Tentang memilih, bahagia dengan bersyukur atau tidak.


Ketika saya menulis ini, tidak ada keinginan untuk menggurui atau pun merasa sudah paling baik. Tidak, tidak sama sekali. Ketika saya menulis ini saya pun belajar lagi. Belajar untuk jujur kepada diri (sendiri) serta belajar untuk berani mengutarakan pendapat. Saya hanya hamba-Nya, sama seperti yang lain, yang berharap bisa menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain, yang senantiasa bersyukur dan tetap istiqomah.

Ketika menulis ini, saya tahu bahwa belum memiliki pengalaman yang banyak untuk diceritakan, tapi saya mencoba memilih untuk tetap menuliskan apa yang telah saya dapatkan baik itu dari buku, diskusi dengan teman, atau pengalaman-pengalaman pribadi yang sederhana.

Ketika saya memutuskan menuli ini, semua terinspirasi dari seorang anak kecil yang baru berusia 3 tahun 2 bulan. Di umur segitu mereka sedang asyiknya bermain, meniru gerak gerik yang pernah dia lihat, dan banyak yang sudah bisa dia lakukan ( karena anak ini sangat aktif). Seperti hari-hari biasanya, dia bangun tidur dan langsung bermain ditemani seorang lelaki berusia sekitar 30-an olehnya dipanggil Ayah. Anak kecil yang bikin saya greget pengen gendong kalau ketemu, se-sekali menghampiri ibunya yang sedang memasak.

Ya Allah, anak seusia ini tertawa begitu lepas, polos, menggemaskan ketika kita hanya menggodanya dengan gaya lucu (ala anak-anak), bersuara aneh menirukan suara-suara yang dominan adalah hewan (ala anak-anak), dia berlarian kesana-kemari, meramaikan pagi itu. Apa yang saya ambil dari kisah pagi ini adalah tentang bahagia, bersyukur dan menjadi bermanfaat.  Cukup kita ciptakan bahagia itu, maka efek positif dari niat baik akan tertular ke orang lain, seperti anak kecil tadi yang memilih untuk tertawa dan bahagia dengan hal-hal kecil dan biasa yang saya lakukan. Sangat Sederhana.

Sudahkah kita bersyukur atas pemberian-Nya hari ini?
Sudahkan kita membangun niat baik, dan melakukannya agar orang lain pun merasakan kebahagiaan juga?
Sudahkah kita berusaha menjadi bermanfaat untuk mereka?

Saya akan sangat bersyukur jika memang iya dan berharap dapat dipertemukan dengan orang-orang hebat itu.

Selama perjalanan hidup hingga sekarang menuju usia duapuluhtahun banyak hal telah dilalui tentunya. Dan apakah perasaan bersyukur itu senantiasa terucap dalam keseharian? Maka jawabannya bisa iya dan bisa tidak. Banyak hal yang telah dilalaikan, dilupakan dengan sengaja atau tidak, ada khilaf lalu keinginan-keinginan berasaskan nafsu manusiawi. 

Ketika saya memilih bersyukur, perasaan memiliki akan sesuatu baik karena usaha sendiri atau sebuah pemberian begitu terasa adanya, tidak merasa takut kehilangan, tidak merasa takut kurang, ada kebahagian yang tidak bisa disandingkan dengan apapun didunia ini, hati terasa adem sekali, ada perasaan lapang untuk menerima dan melepaskan. Indah sekali perasaan ini, dan tidak semua orang bisa seutuhnya merasakan.

Sehingga ada beberapa orang bijak memilih untuk berpendapat bahwa Bahagia itu Pilihan.

Ya, saya setuju itu.

Bahagia karena memilih mensyukuri pemberian-Nya
Bahagia karena memilih bermanfaat untuk orang lain
Bahagia karena memilih menyelesaikan pekerjaan yang satu kemudian ke pekerjaan lain
Bahagia karena memilih menerima dan melepaskan karena Allah
Dan bahagia karena memilih melakukan semua itu untuk Allah

Melakukan semua itu bukanlah hal yang mudah, oleh karena itu saya harus sadar untuk terus menuntut diri ini agar selalu belajar, belajar lagi, dan belajar terus. Untuk selalu menginstropeksi diri, dan senantiasa berharap bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi dari sebelumnya.

Bukankah tidak ada kata tua, tidak ada kata terlambat, tidak ada kata jika dan tidak ada kata nanti untuk kita berbenah diri menjadi yang lebih baik dan bermanfaat.

Ketika mata masih bisa melihat langit kota dipagi hari, telinga masih bisa mendengar canda-tawa perempuan-perempuan subuh bercerita di warung sembako, dan angin dingin pada subuh hari menyentuh perlahan kulit-kulit tubuh, ketika itulah Dia masih memberikan kesempatan untuk kita memperbaiki kualitas diri. Kita tidak pernah tahu sampai kapan kesempatan itu ada. Jika ada kesempatan pertama, jangan menunggu yang kedua, ketiga, keempat dan kesempatan-kesempatan kesekian.

Dan saya pun tidak memungkiri bahwa pernah menunggu kesempatan lain ketika kesempatan pertama itu datang.

Saya merasa bahwa dalam sehari kebahagian yang seharusnya bisa saya rasakan juga perlahan terlihat di kehidupan orang lain. Saya adalah hamba-Nya juga, yang banyak salah dan khilaf tentu pernah kesal, marah, acuh tak acuh, lantas merasa dunia tidak adil.

Lalu ….

Kenapa terlambat sekali menyadari ini semua? Bagaimana saya harus memperbaikinya? dari mana saya harus memulai mengejar ketertinggalan ini? Kapan saya harus melakukannya? Apakah saya bisa?

Baiklah, mungkin bukan saya saja yang merasa dihantui oleh pertanyaan-pertanyaan itu ketika seseorang memilih jalan untuk berhijrah ke jalan yang baik, menjadi manusia yang lebih baik. Dan seiring berjalannya waktu, ketika saya memilih berhijrah, memilih untuk bersyukur lebih banyak dari biasanya, menjadi sumber kebahagian orang lain, membantu meringankan beban orang lain.

Sejak itu membuat saya sendiri harus membuka mata , melihatnya dari segala sisi dan punya sudut pandang baru bahwa bukan saya saja yang harus bahagia, dan dibahagiakan tetapi mereka, keluarga, kerabat, sahabat, teman, kekasih, orang sekitar juga harus bahagia dari hal-hal yang saya lakukan.

Saya tidak pernah tahu bagaimana kehidupan yang akan dilalui kelak, tetapi saya bisa mengantisipasinya dengan terus belajar, belajar lagi dan belajar terus untuk menjadi manusia yang lebih baik.

Ya, saya harus belajar untuk senantiasa bersyukur atas hal-hal yang telah diberikan oleh Maha Pemberi baik itu kecil atau besar, ada atau tidak.

Ya, saya harus belajar untuk menjadi sosok bahagia dan membahagiakan, ceria dan menceriakan lalu bermanfaat bagi orang lain.

Semoga cahaya-Nya senantiasa menuntut kita untuk berjalan menuju jalan kebaikan, jalan yang penuh dengan Rahmat dan Ridho serta Ampuna-Nya.
Semoga saya dan kita semua bisa menjadi hamba-hamba terbaik Nya.
Aamin Ya Rabb.

 “Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Thabrani dan Daruquthni) (sumber : m.eramuslim.com) 

 -Husnulcn17-




Komentar