“Kamu ngapain sekarang? mau jalan ga?
“Rencananya mau lanjut ngerjakan tugas
ini.”
“Yah. Yaudah”
“Eh tapi gak apa-apa deh. Ayok main. Ku
jemput habis magrib ya”
“Hahahaha. Dasar. Okesip. Ku tunggu”
Percakapan via whatsapp itu selesai
dengan emot ketawa sampai keluar air matanya. Adzan magrib dikumandangkan.
Selesai. Lalu segera bersiap untuk menjeput Zeki dirumah.
“Zek, aku udah didepan rumah kau”
“Oke Shil. Mau keluar ini”
Pertemuan dua anak manusia. Layaknya
pertemuan-pertemuan yang terjadi kebanyakan, bersapa akrab sesuai dengan
kebiasaan tersendiri, saling menawarkan wajah berseri dan manis, saling
mengalirkan perasaan senang dengan menjabat tangan, saling bertanya kabar.
Lalu, berangkat menuju tujuan untuk memberi angin segar pada mata jiwa dan
raga, dan tidak menutup kemungkinan meluangkan sedikit cerita yang sempat tak
tersampaikan kepada yang lain.
“Kamu ngapain aja beberapa hari ini?”
“Duh. Gimana ya. Sedikit kurang baik, Zek.
Hahaha”
“Kenapa? Main trus ya?”
“Hehhe. Dikitlah. Masih belum menemukan
mood yang pas buat melahap habis deadline yang tertulis didinding kamar. Huhu”
“Hahahaha. Aku juga kok. wkwk”
“Yaudah. Masih ada teman. Hahaha”
Makanan yang dipesan masih dibuatkan. Shisil
dan Zeki memilih tempat duduk dengan pencahayaan lampu-lampu di tempat makan
ini yang cukup oke, kali-kali saja kalau
ingin mengabadikan momen terlihat bagus nanti. Dan, sebut saja ini salah satu
tempat favorit keduanya. Terlalu sering berkunjung. Minuman yang dipesan tiba
lebih dulu, satu botol air mineral, jus alpukat serta café latte. 5 menit
kemudian, pesanan lainnya dianter. Satu porsi gado-gado pedes, siomay juga roti
bakar coklat. Aroma dan tampilannya sedikit menggoda
“Pesanannya sudah semua ya kak”
“Iya benar kak. Terimakasih”
“Sama-sama kak”
Pelayan itu-pun berpamitan meninggalkan
meja keduanya. Keduanya lalu menikmati makanan dan minuman yang ada. Seperti
anak-anak manusia pada umumnya, lebih-lebih anak muda, makan sedikit-sedikit
sambil ngobrol adalah hal yang cukup menyenangkan walaupun sedikit
membuang-buang waktu dan lama.
“Shil. Kamu ada sesuatu yang mau
diceritakan ga?”
“Ehm. Banyak Zek. Cuman aku ga tahu
harus mulai dari yang mana dulu. Hahahaha”
“Asyik. Ya udah. Satu-satu deh. Aku siap
jadi pendengar yang baik malam ini”
“Aku sekarang ngerti Zek, walaupun tak
sepenuhnya mengerti banget tentang diriku sendiri.
Kemarin aku kepengen banget baca buku
tentang catatan suka-duka jadi seorang introvert. Dan, aku berhasil
mendapatkannya walaupun itu pinjeman. Hah”
Sambil makan. Satu suap-dua suap. Zeki
menunggu lanjutannya. Tidak mendesak Shisil untuk segera lanjut.
“Aku senang banget lah. Secara itu jadi
incaran banget dari tahun lalu. Gara-gara kemahalan bukunya aku mundur untuk
tidak membelinya dulu. E ternyata pas aku buka IG, trus kebetulan teman yang ku
follow punya buku itu, langsung pinjem. Haahaha. Kau tahu-lah gimana aku kalau
dapat yang jadi incaran”
“Sedikit heboh dan berlebihah”
“Ya begitulah.”
Masih makan. Kali ini saling nyicip
makanan satu sama lain. Sengaja pesannya seperti itu, biar bisa saling
menyicipi. Tempat makan yang semakin malam semakin ramai. Jalanan juga masih
ramai.
“Secara garis
besarnya aku suka buka itu, Zek. Hampir semua yang dituliskan adalah hal-hal
yang memang pernah ku rasakan dan lalui. Malu buat ngomong dihadapan orang
banyak, tidak bisa spontan, merasa grogi jika tak ada persiapan, merasa tidak
nyaman dengan keramaian, berdiam diri didalam rumah berhari-hari dengan
setumpuk bacaan atau tontonan sudah cukup menjadi hiburan, jalan keluar rumah
isi tasnya kalau ga buku bacaan ya buku kecil beserta pulpen –berharap bisa
berguna kalau sekiranya ada hal-hal yang perlu dicatat atau untuk melewati hari
agar tak bosan”
“Yayayayayaya.
Kau memang kurang lebih begitu yang ku lihat, Shil”
“Aku kira aku
kenapa-kenapa. Merasa sedikit berbeda dengan kebanyakan orang yang ku temui.
Termasuk kamu Zek, tapi setelah baca buku itu, sekarang aku sedikit mengerti.
Seperti habis minum obat. Secara yang mungkin kemarin suka jahat sama diri
sendiri dengan membandingkan-bandingkan atau tidak menyadari akan hal-hal
positif dari diri sendiri, dst. Sekarang udah tak terlalu begitu. Ya, isinya
lebih banyak memberi pelajaran untuk memahami dan melapangkan hati menerima
terutama sama apa-apa yang ada dalam diri kita sendiri. Kamu harus baca zek,
untuk bisa memahami diri kau sendiri dan menjadi penasehat ku ntar kalau aku
salah.”
“Duh. Menarik
kayaknya. Bolehlah. Asal kau pinjamkan”
“Oke, nanti ku pinjamakan
sama teman”
“Ehm. Btw,
syukurlah kalau kau punya cara pandang yang lebih baik pada dirimu sendiri
sekarang. Jadi udah berani buat berbagi pahit bahagianya hidup kah ini? kau kan
suka nyimpan sendiri. Aku udah cerita banyak hal, eh kamu biasanya dikit. Malah
ga jelas pula cerita kau dulu-dulu”
“Hahaha. Ya
sedikitlah. Ku coba jadikan kau teman cerita ku, Zek. Kau harus terima dan
siap.”
“Aku udah siap
sejak kita bertemu pertama kali, Shil. Karena emang harapan ku jadi pendengar
yang baik”
“Oh satu lagi.
Aku pemilih, Zek. Aku tidak suka cerita hidup ku jadi konsumsi banyak orang.
Makanya tidak banyak orang yang jadi tempat ku bercerita. Lebih suka
menyimpannya. Lalu disalurkan dengan cara yang membuat ku merasa aman dan tak
diketahui. Tapi kalau ke kamu pengecualian. Kalau kau ceritakan kepada yang
lain lagi, cukuplah hari ini Zek kau jadi pendengarku.”
“Ih. Enggak
kali. Emang aku apa-an yang membeberkan cerita orang lain. Cerita kau tak akan
menarik perhatian teman-teman ku juga. Haha. Jadi tenang. E nanya dong. Kau
kenapa ga bisa percayaan sama orang? Pernah dikhianatin?”
Suara klakson mobil-motor dijalan raya
semacam jadi pengiring obrolan malam itu. Pengiring yang tak diinginkan.
Berisik, dan tidak ada seni-seninya dalam mengklakson. Kalau klaksonnya berirama
mungkin akan sedikit lebih baik tapi itu tak mungkin. Oke lupakan saja. Obrolan
dua anak manusia itu masih berlanjut. Makanan di piring masing-masing sudah
bersih dilahap. Minuman pun tinggal sekali-dua kali sedot akan tinggal gelasnya
saja.
“E bukan ga percayaan. Gimana ya
bilangnya. Aku percayaan kok sama orang, cuman butuh tindakan-tindakan dulu.
Tindakan kesetian dalam berkawan. Semacam pengorbanan gitu. Kalau cuman
sayang-sayang lewat kata, lewat puisi mah lewat. Aku ga percayaan sama
orang-orang macam itu. Kebanyakan gombalnya. Pura-pura. Ga tulus. Aku milih
yang paling bisa dipercayain, mau sedikit ga tidur gara-gara bantuin aku
walaupun ga diminta (Misalnya ya. Misalnya aja ya). Macem gitulah. Pernah
dikhianatin mah iya. Namanya juga manusia.”
“Hahaha. Jadi aku sudah masuk melakukan
pengorbanan ini sehingga kau dapat bercerita kepadaku dengan santai?”
“Sekarang ku bilangnya iya, Zek.”
“Hahahaha. Oke baiklah. Gapapa Shil. Kau
itu unik. Tetap jadi kayak gitu. Anak manusia yang cukup membuatku ingin
bertahan dengan ikatan pertemanan ini. Kau baik. Jadi, tetap jadi unik versi
terbaik kau sendiri. Ah gitu pokoknya”
“Doakan aku, Zek. Terimakasih loh ya.”
Hari sudah cukup larut. Hanya satu dua
orang yang tersisa di tempat makan. Lagu-lagu pilihan yang diputar oleh
karyawan di tempat makan terasa tepat. Bila
tua nanti kita kan hidup masing-masing. Ingatlah hari ini. dst. Shisil dan
Zeki ikut menyayikannya, menggoyang-goyangkan kepala dan kaki, ikut memukul
pelan mejanya.
“Pulang yuk, Zek. Aku udah ga ada cerita
lagi ini”
“Oke. E foto dulu yuk sekali”
Cekrek. Cekrek. Selesai. 5 foto dengan
gaya ala-ala zaman sekarang berhasil terabadikan dengan kamera samsung galaxy
J2 berwarna silver.
“Kau tak ada yang ingin diceritakan, Zek?”
“Gampang mah aku. Nanti ku ceritakan
lain waktu. Kali ini cerita kau lebih menarik dan mengajarku beberapa point.
Ceritaku sedikit kalah bagus dari cerita kau”
“Oke baiklah.”
Angin malam yang cukup jahat, menembus
kain jaket yang dikenakan malam itu. Membuat keduanya kedinginan di saat
perjalanan pulang. Kalau dijalan masih ramai. Diwarung-warung makan pinggir
jalan juga. Café coffie juga masih ramai. Anak muda sedang duduk-duduk. Yang
ngantri di pom bensin apalagi. Aduhai, mau kemana para manusia-manusia ini. Kesibukan
yang tak terhitung. Kuasa yang Maha Kuasa. Langit tampak tak berbintang.
Biasanya juga begitu. Mari #percakapanzekishisilsatu ini ditutup dengan ucapan
terimakasih dan selamat tidur dari dua anak manusia itu.
“Terimakasih ya Shil untuk obrolannya
malam ini”
“Terimakasih kembali zek. Kau pendengar
yang baik”
“Tapi kau pencerita yang baik pula. Selalu
bermakna”
“Syukurlah. Asal tak berlemak”
“Ga lucu. Tapi aku akan tertawa”
Hahahahahahhahahaha. Keduanya tertawa.
“Aku pulang ya, bye. Assalamualaikum”
“Iya. Hati-hati. Waalaikumsalam.
Selamat tidur Zeki. Selamat tidur
shisil.
__________________________
Semoga
esok langit hati kita tetap cerah ya.
See
you di #percakapanzekishisildua
Wassalamualaikum.
Bye.
weeee gila siiih:")
BalasHapusajarin saya bikin topik simple jadi keren gini dong, buu!!
Huhuhu. Siniiiiiii ke malang. 😂😂
Hapus