Hari
ke dua, 17 Februari.
Seperti
di rumah sendiri. Semacam itulah yang terlintas dipikiran sejak kemarin tiba
dan hingga pagi ini bangun. Bentuk rumah yang tidak jauh berbeda. Ada Bapak dan
Ibunya Mega juga. Aktivitas rumahan seperti biasanya. Bangun, bersih-bersih,
dan lanjut masak-masak untuk sarapan. Tapi untuk pagi itu kami tidak sempat
masak-masak karena harus berangkat pagi ke dua acara yang berbeda. Mega
kebetulan harus menghadiri acara akad nikah teman mengajarnya di sekolah,
sedangkan aku memilih ikut acara galang dana di Sumberlele park (Semacam pasar
pagi/CFD tiap hari minggunya). Jadilah, Mega mengantarkan ku ke rumah Fitri,
teman Mega yang otomatis teman ku juga. Haha. Dan, keesokan harinya lagi rumah
Fitri menjadi tempat yang sering kami kunjungi.
Sedikit
cerita tentang acara galang dana yang diagendakan oleh teman-teman komunitas
laskar peduli probolinggo (@laskarpeduli.probolinggo). Nama acaranya PELANGI.
Keren dan bangga, setelah merantau selama kurang lebih 4 tahun di kota-kota
yang berbeda, dan saat kembali di kampong halamannya mereka tidak mensia-siakan
apa-apa yang udah diperoleh selama di kota rantauan. Ya salah satunya
terbentuknya komunitas laskar peduli probolinggo ini. Komunitas yang memiliki
beberapa agenda untuk membantu atau berbagi sebagian dari rezeki yang diperoleh
dari tiap orang. Agendanya ada bagi-bagi nasi bungkus tiap jumat sekitaran daerah
pasar probolinggo, bagi-bagi sembako untuk kaum dhuafa, dan katanya ada
agenda-agenda sosial yang akan diadakan saat bulan Ramadhan nanti. MasyaAllah.
Semoga keberkahan dan ridho Allah mengalir tiada henti untuk seluruh
agenda-agendanya mereka. Amin. Yey.
Seusai bukalapak.
Jadi,
selain mereka open donasi lewat sosial media pribadi, mereka juga mengumpulkan
baju-baju kemudian dijual lagi. Agenda jualan baju ini yang pertama kali dan
super Alhamdulillah seru sekali rupanya. Pagi-pagi sekitar pukul setengah 7
kami baru kumpul di taman dekat lokasi untuk jualan. Baju-baju yang terkumpul
banyak sekali, ada 6-7 plastik. kami membagi dua kelompok, satu yang
milah-milah dan menentukan harga perbajunya, satu kelompok lagi yang menyiapkan
tempat jualan. Seru? Yes. Semacam mengulang kembali masa-masa kepanitian saat
kuliah dulu. Hahaha. Dan, rasanya kurang lebih seperti itu, cuman ini agak
bebas saja, gak ada keterikatan harus berapa yang terjual dan terkumpul.
Setelah semuanya selesai dan siap, sekitar pukul set 9 kami mulai beraksi bukalapak
pada tempat yang sudah disediakan. Saatnya beraksi. Ada yang teriak malu-malu.
Ada yang cekikikan ragu-ragu apakah ini berhasil atau tidak. Ada yang diam dan
senyum melihat tingkah laku teman yang lainnya. Bukan kami saja yang malu-malu,
ibu-ibu atau tergetan kami juga ada yang malu-malu mendekat dan ada yang juga
tidak.
“Silahkan
bu, pak. Baju-baju murah dan bagus” Suara Dewi, salah satu yang paling terdepan
dalam jual-menjual pagi itu.
“Iya
bu, silahkan diliat-liat dulu” yang lain menambahi
“Hasil
jualan buat kaum dhuafa kok bu, pak. Jadi bukan buat kita kok” promosi yang
lain lagi.
“Baju-bajunya
bagus bu. Kualitas ok. Silahkan bu dipilih-dipilih” timpal yang lain lagi
Beberapa
saat kemudian lapak kami jadi rame. Ibu-ibu rupanya antusias sekali memilih
baju-baju yang ada. Transaksi jual beli yang luar biasa seru dan bikin ketawa.
Ibu-ibu yang hobinya tawar-menawar waktu itu juga menyalurkan hobinya,
tawar-menawar dengan kami. Aduhai, tentulah yang pastinya kalah argumen
kami-kami, yang akhirnya iya-iyain saja sama hasil tawarnya ibu-ibu.
Padahal
baju yang dijual udah dengan harga murah. Haha.
Seusai
bilang, iya bu gpp segitu.
“Bu,
kalau ambil 5, semuanya 125 ribu ya bu” Kata Dewi
“110
aja mbak.” Tawar ibu
“Yah
bu, udah murah itu. Barangnya masih bagus juga bu. 120 ribu bu.”Seru Dewi
“110
ribu udah mbak. Ini saya ambil 5, uangnya ini mbak ya. Pas.” Dengan wajah
percaya diri, dan masih melihat-lihat baju yang lain.
“Yaudah
bu gak apa-apa deh” Seru yang lain.
Gemes
rasanya. Haahaaha. Tapi karena dikelilingi oleh orang-orang yang hatinya gak
tegaan gini syusah lah ya buat pertahanin harga jual segitu.Wkwk. Ngalah juga
sama ibu-ibu.
E
tapi, ada juga ibu-ibu yang mengalah dari kami, nawarnya gak jauh beda sama
harga jualnya. Ada juga ibu-ibu yang tidak tawar. Suka yang beginian. Haha. Ada
juga yang tawar sampai dapat dengan harga yang dimau hingga kami tak bisa
berkata-kata dan melobi lagi, dan suara teman-teman yang lain berbisik yaudah gak apa-apa, kasih aja udah. Argh.
Mungkinkah jika sudah jadi ibu-ibu nanti akan begini? Tidak ingin, tapi
tuntutan yang mengharuskan berubah untuk menyeimbangkan kiri dan kanan, yin dan
yang. Hahaha.
Satu
jam kemudian baju-baju di lapak kami banyak yang laku. Alhamdulillah. Setengah
jam kemudian, setelah dirasa mulai sepi kami memutuskan untuk beres-beres. Bukalapak
hari itu selesai. Dilanjutkan 2 minggu lagi. Setelah itu, evaluasi jualan. Kendala,
solusi, saran dan masukkan sudah disampaikan satu persatu. Seru. Hasil
penjualan juga lumayan. Lumayan untuk agenda sosial minggu depannya. Selamat
dan semoga sukses acaranya besok guys. Bersyukur. Karena masih punya ini dan
itu. bisa beli barang-barang kesukaan. Bisa pakai yang baru dan rasanya gue banget lah ini baju. Itu yang secara
tidak langsung kemarin sedang Allah ajarin. Bersyukur. Lewat ibu-ibu yang luar
biasa. Gambaran sayangnya ibu. Bukan baju untuknya yang dicari, tapi untuk
anaknya juga, untuk pasangannya juga, untuk kebutuhan rumahnya juga. Dan
kebutuhannya sendiri ada dilist paling akhir.
Dan, sejurus kemudian pengen
bilang, jangan lupa bahagia dan senang dulu saat dibelikan ibu atau orang tua
buat kita, apapun itu, pas atau tidak pas nya dengan selera kita, jangan sampai
menggerutu dan memperlihatkan eksperesi yang tidak senang. Karena mungkin
rasanya gak enak dihati ibu walaupun tidak dilihatkan. Kita gak tahu bagaiamana
beliau dapat barang itu untuk kita, gimana beliau mungkin harus nahan-nahan
belanja butanya sendiri atau beraninya beliau tawar-menawar ke penjual buat
dapatkan barangnya sesuai budget yang ada. Ah ibu, gak bakalan bisa ngerasain
semua itu sebelum anak-anak mu ini menjadi seorang ibu dulu. Begitulah kata
para orang-orang yang sudah menikah dan punya anak bercerita kepada yang masih
belum nikah. Hehehehe.
Selamat
mencintai dan menyayangi ibu dan bapak masing-masing ya. Sebagaimana pun sikap
dan didikan mereka karena mereka berhak dapat cinta dan sayangnya kita dengan
porsi yang lebih besar dibandingkan yang lain. Mungkin susah dan tak segampang
kalimat itu, tapi mencoba dulu dengan cara yang tepat tidak jadi masalah. Salam
sayang ku buat para calon ibu. Hihihihi.
Satu
jam lagi dzuhur. Kami pun pulang. Istrahat sampai jadi lemes. Hahaha. Gak tahu
kalau Mega. Sepertinya tidak. Dan malam, tidurnya pulaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaas
sekali, untung aja masih bisa bangun.
Hari ketiga 18 Februari
Sama
Ghania Sholehah yok.
Pagi
kembali menyapa, dan kami kembali berkesempatan menyapa pagi. Memulai hari
dengan belanja beberapa bahan untuk masak hari itu. Pasar, tempat yang paling
sering dilewati dan dikunjungi. Haha. Sebagai perempuan, Mega mulai beraksi
memilah dan memilih. Aku mengamati sambil ngevideo–in Mega belanja. Udah
selesai diedit, mau dikirim di story
sosmed tapi dihapus lagi. Ga penting rasanya. Haha.
Untuk
hari senin waktu itu, tidak ada agenda berat, hanya agenda rutinan biasa kalau
lagi di rumah sendiri. Masak. Bersih-bersih. Santai-santai. Main. Hingga sore
hari dijemput Oktiv. Karena malam nanti sampai besok pagi jatahnya berkunjung
ke rumah Oktiv. Hore.
“Kenapa
pas di Malang kalian gak perrnah mau bawa motor. Kesel gue” Seru ku saat
diboncengin
“Hehe.
Kan kalau di sini jalannya gak padat banget kayak di Malang. Jadi berani
ngendarainnya. Kalau di Malang kan udah ke hitung ramai dan padat.” Jawab keduanya
kompak pada waktu yang tidak bersamaan. Isi jawabannya yang kompak. hehe.
“Lagipula
gak diijinkan buat bawa motor. Ya baru-baru ini diijinkan bawa motor sendiri.”
Jawaban yang lain lagi.
Sore
di rumah Oktiv, ada bundanya, mas, mbaknya, neneknya, juga ayahnya. Tidak lupa
satu anak lagi, ponaan kesayangannya. Ghania, itulah namanya, yang dulu susah
banget diinget karena sering ketuker sama Ghadati anaknya Teh Resa Rere yang
pemain film. Wkwkwk.
Tentunya
disambut dengan welcome sekali.
Malamnya lanjut makan dan malah nonton drama korea, dilanjut besok jelajah pagi
(udaranya seger, rasanya beneran kayak lagi pulang kampong saja. Hehe) dan kami
berwisata pantai dikit-dikit.
Hari ke empat, 19 Februari.
Hari ke empat, 19 Februari.
SELAMAT DATANG DI PANTAI DUTA.
Begitulah tulisan yang menyambut
kami di gerbang pintu pantai.
“Pernah
ke sini berapa kali, Tiv?”
“Sepertinya
baru sekali. Dan kedua kalinya sama ini”
“Sepi
ya”
“Iya.
Pantainya baru dan kebetulan kita ke sini pas bukan hari libur”
“Oh
iya juga ya. Jadi, kita mau ke yang mana dulu?”
“Ke
situ yuk. Menelusuri jembatan.”
Setelah
dilihat-lihat, jembatan panjang yang dibangun ini salah satu khasnya pantai
DUTA. Jembatan yang dibangun dari potongan-potongan kayu berada ditengah hutan
mangrove yang relatif masih muda. Di sepanjang jembatan ini ada kami, dan dua
pengunjung lainnya yang sedang berteduh. Cuaca cukup panas. Kata Oktiv, kalau
didalam hutan mangrove itu ada monyet. Eh beneran keluar monyetnya. Cuman satu.
Takut-takut kami ingin merekamnya, lalu memilih tak menghiraukan, dan
mempercepat langkah menuju ujung jembatan.
“Oh,
bagus juga ya.” Seru ku setelah berada diujung jembatan.
Lalu
kami lanjut keliling-keliling lagi. Di pantai ini banyak pohon-pohonnya, tempat
duduk yang tersedia juga banyak. Kami duduk di salah satu tempat duduk yang
kosong, menghadap ke arah lautnya langsung, sambil menikmati camilan jagung,
kripik, juga infuse water buatan oktiv. Kreyes, maknyusss, seger-seger, enak
gitulah rasanya. Hehehe. Ditambah suasana yang sejuk, angin yang tak kencang
dan cerita colongan masing-masing, menjadikan momen ini patut untuk dikenang
juga diceritakan. Alhamdulillah. Alhamdulillah. Makanan habis, kami lanjut main air dipinggir pantai. Foto-foto juga bikin video. Pukul 12 kurang kami memutuskan
untuk pulang.
Alhamdulillah.
Otak gak isi kekhawatiran-kekhawatiran yang memang tak perlu dikhawatirkan.
Hati bisa lebih lapang. Happy sekali.
Terimakasih yang tak terhitung untuk Mega dan keluarga, yang
dengan baik hati mau menampung dan direpotkan oleh seorang anak manusia dari
pulau seberang. Ibunya Mega yang selalu menyuruh makan-makan. Haha. Yang tiap
malam ngajak ke pasar biar tahu pasar di probolinggo tapi pas paginya selalu
ndak jadi. Jadinya sama si Mega. Yang selalu manggil Husna padahal Husnul. Yang
pesan jangan makan diluar dan pulang cepat kalau kami keluar. Naluri
kekhawatiran dan ketakutan seorang ibu yang belum bisa kami rasakan. Mbaknya
mega, yang punya café dengan menu es teller yang bikin nagih, es kepal milo
juga mie setan berkuah. Atau ponaannya yang bikin rusuh. Wkwk. Juga kepada Oktiv dan keluarganya. Masakan
bunda Oktiv TOP lah. Sekarang jadi tahu kenapa Oktiv suka sekali beraksi
didapur dan masak-masak. Juga, terimakasih untuk kamu, yang sudah mau main-main.
Ehm.
Sebagai penutup yang sepertinya merangkum apa yang sebenarnya ingin disampaikan
sepertinya pas banget sama salah satu tulisan mbak Restia beberapa hari
kemarin. Selalu jatuh cinta pada tiap kata tulisannya.
Mengapa kita perlu
pergi melakukan perjalanan ke tempat baru? Benar bahwa kita pergi untuk bisa
kembali, sehingga nantinya kita bisa melihat tempat asal dengan cara pandang
yang baru. Kembali ke tempat ‘dari mana kita berasal’ tentu akan berkesan
ketika kita pulang dari tempat yang jauh, dan itu tidak sama dengan kalau kita
tidak pernah pergi ke mana-mana.
Terimakasih
karena sudah sampai di akhir cerita kali ini.
Sekian
dan sampai jumpa di cerita-ceritanya yang lain. hehe.
See
you, Bye!
Makasihhh yaaa sdh banyakk nyemangatin akuu
BalasHapus