Agenda yang tidak dijadwalkan
jauh-jauh hari.
Sore-sore di hari
jumat kemarin, aku sengaja ke kantor dan sekaligus menjemputnya. Karena belum tiba
waktu pulangnya, aku menunggu di depan kantor, sudah seperti tukang ojek yang
sedang menunggu penumpang langganannya pulang kerja. Jam sudah menunjukkan
pukul 5 sore. Dan, 10 menit kemudian, yang ditunggu muncul juga dengan beberapa
rekan kerja yang lain. Tampaknya dia belum sadar ada aku. Aku tidak kaget melihatnya, tapi ia kaget
melihat ku. Hehe. Surprise, dear.
Dia melemparkan
senyum andalanya saat sadar ada aku. Bersahabat dan tampak punya arti macam bahagianya bisa liat kamu, begitu. Aku
membalas senyum dan lambaian tangannya. Semakin mendekat. Lalu, berpelukan.
“Hai. Are you okay.” Aku sengaja lebih dulu
menyapanya dengan kalimat tersebut. Karena di beberapa waktu kebelakang dialah
yang lebih sering bertanya pada ku, Are
you okay?. Suatu pencapaian bisa happy
begini tanpa pura-pura lagi, macam waktu-waktu lampau itu.
“Yeah. Seperti yang terlihat.
Aku Okey dan sehat. Kamu bagaimana?”
“Syukurlah. Ya, aku
sehat-sehat. Baik-baik saja.” Yang Alhamdulillah emang sungguhan baik-baik saja.
“Syukurlah. Aku
pengen cerita sesuatu jadinya. Ehehehe.”
“Apatuh?”
“Mau makan gak?
Laper.”
“Boleh. Makan apa
dan dimana?”
“Lalapaaaaaaaaaaaaaan
samping mall yuk.”
“bBleh. Yuk, lets go.”
Sore-sore jalan
utama di kota yang mataharinya suka malu-malu buat muncul ini tampak macet.
Tiap kendaraan yang lalu-lalang tampaknya saling berlomba untuk segera tiba di
rumah, lalu istrahat. Salah satunya. Salah lainnya mungkin sama dengan kasus
kami yang sedang menuju tempat makan atau tempat nongkrong, menghabiskan waktu
di hari jumat kemarin.
Sembari menunggu
makanan yang sedang dipersiapkan, dia yang tadi pas ketemu berseru mau cerita
sesuatu akhirnya memulai untuk bercerita. Dan, diawal-awal dia bercerita, aku
sengaja memotong ceritanya.
“Stop, stop dulu.
Sebelum kamu cerita lebih jauh lagi. Aku mau bilang dulu, jika di akhir cerita
atau tengah cerita tak ada tanggapan yang bisa membuat kamu merasa lebih baik
dari ku. Jangan kecewa atau menyesal telah mempercayakan aku mendengar ceritanya
ya.” Ucap ku, mengingatkannya sebelum jauh bercerita.
“Its okey. Tak apa, hey. Aku sekarang hanya butuh didengarkan saja. Aku butuh berbagi
isi kepala yang rasanya udah penuh akhir-akhir ini.”
Aku mengangguk,
baiklah. Dan mempersilahkan dia untuk lanjut mengomel. Aku? Dipercayakan jadi
pendengar begini rasanya terharu. Itu tandanya, tak peduli apakah betul atau
salah seseorang tersebut sedang menaruh kepercayaan kepada kita sebagai
pendengar. Hal, yang dulu sekali aku hindari. Mempercayai cerita ku kepada
orang lain. Tapi, itu dulu, sekarang sudah tidak begitu. Berubah, ya begitulah.
Masalah itu ada tiap
detik. Hanya saja, ada masalah yang diberi perhatian, dan ada masalah yang
tidak diberi perhatian. Porsi perhatian yang berbeda-beda lebih tepatnya. Kita
kalau pagi-pagi trus malas bangun dari kasur tapi jam sudah nunjukin pukul 6,
dimana satu jam lagi kamu sudah harus di kantor. Itu masalah loh. Hanya saja
jadi bukan masalah besar untuk dihadapin karena setiap pagi masalah itu trus kita
hadapin baik dengan senang hati atau berat hati. Lama-lama jadi biasa. Kita
malas makan juga masalah, karena efeknya jadi lemes, pekerjaan terbengkalai,
jadi sumber masalah buat orang lain karena pekerjaan tidak beres, tidak
memuaskan. Kita seringnya menyimpulkan hal tersebut bukan sebuah masalah. Tapi,
yang jadi sebutan sebuah masalah adalah hal yang sungguh tampak ribet
penyelesaiannya. Misal, karena masalah tersebut melibatkan banyak orang, tempat,
mengorbankan banyak waktu juga tenaga dan pikiran kita untuk menyelesaikannya.
Ya, aku juga pernah dalam kondisi seperti itu. Dan, semua orang juga pernah
merasakannya. Bulet ya, tapi mudah-mudahan bisa ditangkep maksudnya. Masalah itu ada tiap detik.
Well, masalah yang
cukup menguras hati dan pikiran itu sedang dirasakan oleh dia, teman
berceritaku, dan teman yang sudah mau jadikan aku pendengarnya. Bingung.
Stress. Pusing. Kesal. Kecewa. Ingin marah. Ingin nangis. Sesak. Semuanya kayak
adonan kue, jadi satu. HAH.
Lewat masalah ini,
dia seakan dituntut untuk membagi dirinya menyelesaikan banyak hal dalam satu
hari, dia harus meluaskan hatinya agar bisa menerima dan memaafkan orang-orang
sekitarnya. Dia harus bertahan sedikit lagi, agar yang memintanya bertahan tersebut
tidak kecewa. Dia harus memberi pengertian untuk yang menunggunya, sebentar
lagi katanya, agar yang menunggu tak kecewa berlebihan. Dia harus menyelesakan
dan memenuhi kebutuhannya yang lain juga. Kompleks. Seakan-akan dialah pusat
semua orang saat itu. Tuhan mengijinkannya untuk jadi pemeran utama yang paling
banyak berperan saat itu.
Aku, sebagai yang
mendengarkan mencoba memposisikan diri menjadi dia di waktu itu. mencoba
menyelami dan memahami tiap posisinya. Mencoba mencari sudut pandang lain untuk
memandang masalah ini. Aku akan mencoba memahaminya walaupun itu tidak mungkin.
Ya karena segeniusnya orang, tetap saja tidak akan pernah bisa mengambil peran
Tuhan yang bisa memahami hati dan rasa seseorang. Dan, yang bisa menentukkan
solusi terbaik dari masalahnya ya hanya dirinya sendiri, beserta Tuhan. Bukan
aku atau yang lain. Bercerita seperti ini bukan menduakan Tuhan atau bagaimana,
tapi lebih ke salah satu cara untuk menemukan petunjuk penyelesaian dari Tuhan
yang mungkin saja ada pada seseorang yang sedang mendengar cerita tersebut.
Bukan hal yang tidak mungkin.
Nah, pemahaman begituan
itu tuh yang tak ada dalam diri ku sendiri pada waktu-waktu dahulu. Sekarang?
aku sedang mencoba untuk belajar jadi lebih baik. InsyaAllah. Jangan ketawain
ya, doakan. Please. Hehhehe.
Mencoba menjadi dia
saat mendengarkan ceritanya, lalu menarik titik-titik penting yang bisa ku
jadikan feedback atau referensi cara
untuk menyelesaikan masalahnya. Saat saran-saran itu ku sampaikan, satu dua hal
adalah yang pernah ku coba, dan juga dari penyelesaian masalah orang lain yang
pernah ku baca baik lewat sosial media dan atau bukunya.
Ah iya. Sebetulnya
saat orang-orang tersebut memilih bercerita terkait masalahnya, bukan karena
tidak ada solusi sama sekali yang terpikirkan. Aku rasa tidak seperti itu.
Orang-orang ini sudah tahu akan solusinya, hanya saja kepercayaan diri akan
solusi untuk masalahnya tersebut betul gak sih bisa membantunya keluar dari
masalah itu?. Kayak semacam mencari penguatan dari orang lain. Butuh didukung
akan solusi yang dipilihnya tersebut. Atau, bisa juga ia sedang butuh
diingetkan lagi.
Ya begitulah. Agak
susah memang ya. Kembali lagi, kodrat manusia kan memang akan selalu diuji dan
diuji lagi, sampai malaikat Izrail bertamu. Maka selesai lah sudah ujian di dunia.
Tinggal nunggu hasil di akhirat, lulus ujian gak sih kita atau tidak. Jadi
melimpir ke sini ya. HHHHMMMMM.
Ujian ya masalah itu
tadi. Pernah gak denger kalau masalah itu datang bukan tanpa tujuan Tuhan
memberikannya. Tapi dengan tujuan yang bikin meleleh. Apa aja sih itu
tujuannya? Kita sudah pastinya sering banget mendengar atau membacanya, tapi
tidak mengapa aku jabarkan di sini lagi ya. Pertama, boleh jadi lewat masalah
tersebut Tuhan mau kita jadi lebih kuat lagi sebelum menghadapi masalah lain
lagi yang lebih berat di depan, singkatnya Tuhan mau kita naik kelas dari kelas
3 jadi kelas 4 gitu. Kedua, boleh jadi Tuhan sedang kangen sama kita. Kita
kelamaan jauh, jadi lewat masalah ini Tuhan mau panggil kita kembali. Dan,
ketiga boleh jadi Tuhan sedang menghapus dosa-dosa kita lewat masalah tersebut.
Dari ketiga tujuan
Tuhan tersebut, ada salah satunya yang jadi tujuan Tuhan kenapa masalah yang
cukup kompleks tersebut bertamu.
Dan cara untuk
menyelesaikannya ya adalah kembali ke Tuhan. Kembali pasrahin diri ke Tuhan
lagi. Rasanya udah cukup jadi manusia atau hamba yang sudah sok kuat tanpa
melibatkan Tuhan sesering mungkin. Atau, sudah cukup jadi manusia yang
mengabaikan Tuhan dengan pelit bercerita kepada Nya setiap sehabis sholat.
Atau, sudah cukup jadi manusia yang jarang mengingat Tuhan ditiap aktivitas
dengan asmaul-husna Nya. Ya, itu hanya sebagian kecil. Ada banyak hal yang
ditawarkan Tuhan untuk di pilih dalam menyelesaikan masalahnya. Quote kayak gini udah sering ditemui sih,
bahwa, Jangan katakan Tuhan aku punya
masalah besar, tapi dibalik. Hai masalah besar, aku tidak takut karena punya
Tuhan yang Maha Besar dan penuh solusi. Tidak ada masalah yang besar, yang ada
hanya manusia yang membesar-besarkan dan mengabaikan Tuhannya. Quote klasik yang sungguh-sungguh susah
dipraktekkan.
Jadi serius begini
ya. Tapi begitulah garis besar yang diobrolkan malam itu.
Jam sudah
menunjukkan pukul 8 malam. 2 jam lebih sudah aku dan dia duduk sambal bercerita
banyak. Wkwkwkwk. Kami lalu memutuskan mengakhiri pertemuan kali ini, dan
pulang ke rumah sementara masing-masing. Harapannya, dia menjadi sedikit lebih
lega. Dan, aku punya materi pelajaran hidup dari guru terbaik, yaitu pengalaman
dia. Sebelum menutup edisi #randomtalksisakemarin, ada satu hal yang ingin ku ngoceh kan lagi. Yang dulu sekali,
pemahaman itu tak sedikit pun ada dalam diri.
Satu
hal lain yang jadi pengingat, bahwa pertemanan ini punya masanya sendiri. Suatu
hari, aku dan dia akan berpisah. Punya peran dan pilihan masing-masing yang
harus diselesaikan. Dan dalam perjalanan itu, aku sangat yakin dia akan bertemu
dengan orang-orang yang baru, yang punya cerita, punya penyelesaian masalah
yang lebih ampuh untuk dicontohkan, dan banyak lagi. aku tidak akan menyesal
jika dia menemukan yang lain, dan aku bukan lagi teman ceritanya suatu hari.
Sungguh tidak masalah, karena sederhana saja bahwa masa untuk ku jadi teman
cerita dia sudah selesai. Saatnya aku jadi teman cerita yang lain, begitu juga
dengan dia. Saatnya aku dan dia melebarkan sayap untuk menebar kebaikan lebih
luas dan pada lebih banyak orang lagi. Lewat ajaran guru terbaik yang pernah
didapatkan, yaitu pengalaman dari kami satu sama lain. Sesederhana itu.
Sekian,
Sampai berjumpa di
edisi-edisi berikutnya. Jangan lupa senyum dulu sebelum menutup halaman ini.
Salam.
#randomtalksisakemarin
#masalahadatiapdetik #khusnulkhatimah #bukanmakhluklangit
Komentar
Posting Komentar