Halo. Saat menulis
biodata diri ini, hari sedang pagi yang agak merepet ke siang. Sedang duduk
ditangga yang paling bawah, sambil menonton acara penuh drama di salah satu
stasiun TV Nasional yang sejak pagi hingga sore, aka nada India, India lagi dan
lagi. Baiklah, itu sedikit gambaran kondisi saat mengetik ini. Hehe. Jika teman
saya yang super simpel membaca ini, maka perintah untuk menghapuskannya akan
terdengar pertama kali saat berkomentar. Berhubung, yang membacanya bukan teman
saya, tidak apa-apa ya kondisi tersebut dipakai sebagai pembukanya. Berharap
suka atau menganggap itu semua sebagai suatu seni dalam memulai cerita ini,
memperkenalkan diri dan alasan ingin bergabung ke keluarga FIM.
Pernah punya
teman/keluarga/kenalan dengan nama panggilan yang sangat banyak, karena nama
lengkapnya yang cukup pasaran?. Ya, salah satunya adalah peserta yang
mendaftarkan diri di Pelatnas FIM 21 ini.
Saya, Khusnul
Khatimah. Dipanggil dengan 11 nama panggilan, dan kesemuanya tidak masalah.
Semua nama panggilan itu jadi banyak karena saat SMA dulu, yang namanya
‘Khusnul Khatimah’ ada 8 orang sehingga tiap kelas ada anak dengan nama yang
sama. Akhirnya, teman saya yang super simpel menyarankan (walau setengah
dipaksa) untuk tidak dipanggil Husnul tapi Cennu. SMA selesai, lalu di kuliah
panggilan tersebut semakin berkembang. Sejak lahir sampai SMA besar dan tumbuh
di lingkungan pendesaan di salah satu Kabupaten Bima, NTB. 5 tahun terakhir
merantau di Malang, Kota Dingin yang bikin gagal move on. Lulusan dari Universitas Brawijaya, jurusan Kimia Murni
FMIPA UB, dan setelah lulus tidak punya pikiran ingin berkarir di
perusahaan/industri yang berhubungan dengan ilmu saat kuliah. 4 tahun di
kampus, selain aktivitas akademik, saya juga ikut aktif di beberapa organisasi
antara lain; Himpunan, Kerohanian Islam Fakultas dan Riset & Karya Ilmiah
Mahasiswa.
Kesibukan utama saya
saat ini adalah mengajar (privat), hanya 3kali dalam seminggu. Selain itu,
sangat beragam. Saya menyebutnya kerja serabutan jika ada teman yang bertanya.
Dan, entahlah mungkin ini yang namanya bekerja sesuai passion atau bakat
dominan yang teruji saat tes kepribadian, hehe. Kalau ngomongin dari segi
gajinya, ya jauh banget dari gaji saya dulu saat bekerja di kantor wedding dan
boutique. Bekerja serabutan seperti saat ini adalah pekerjaan yang membuat saya
merasa merdeka sebab dapat menjalankan dengan senang hati, tanpa ada tekanan,
tanpa ada aturan yang kaku, tanpa ada perintah yang tidak manusiawi. Kesibukan
lainnya, sedang aktif ikutan dan gabung kelas menulis, komunitas menulis
(ublik.id) dan project menulis bareng. Jika tidak ada halangan, insyaAllah
Oktober ini rencananya buku karya bersama (dalam bentuk cerpen) akan selesai
dicetak dan dipasarkan. Saya juga aktif menulis diblog, tumblr, dan caption Instagram.
Tulisan saya memang masih semacam butiran debu, hiks, tapi tak masalah selama
saya masih mau terus belajar dan mengupgrade kemampuan tulis-menulisnya. Untuk
genre tertentu juga belum ada, masih dalam bentuk tulisan bebas. Selain suka
menulis, mengoleksi dan mengkhatamkan karya salah satu penulis favorit yaitu
Tere Liye adalah hal yang membahagiakan untuk diri saya sendiri. Olahraga voly
adalah teman sejati sejak SMP yang mengantarkan saya hingga kuliah berprestasi
di cabang olahraga di Fakultas. Sampai ditingkat Universitas, dan Se-Malang
Raya.
Diklat Pengurus Himpunan Jurusan Kimia (2014)
|
Kegiatan Kunjungan UKM Riset UNS ke UKM RKIM UB |
Pertandingan Voly Pada Ajang Rector Cup X11
|
Keluarga Besar FORKALAM 2017-2018
|
Berangkat dari semua
cerita diatas, saya lantas merasa perlu untuk mencoba ikut FIM dan bisa jadi
keluarga FIM adalah salah satu kesempatan terbaik yang mampu diraih selama 23
tahun terakhir. Saya begitu yakin bahwa saat masuk di FIM, potensi-potensi
(bakat dominan) yang ada di dalam diri ini akan sedikit demi sedikit tumbuh dan
berkembang, hingga terlihat oleh orang dan lingkungan sekitar. Saya merasa
bahwa di forum ini, aka nada orang-orang yang punya sifat dan karakter sama
persis dengan diri saya, dan yang tidak sama persis dengan diri ini. Kesempatan
punya keluarga di seluruh Indonesia. Kesempatan melatih diri untuk selalu
memandang sesuatu hal dengan sudut pandang yang lebih objektif dan tidak mudah
reaktif. Kesempatan belajar dan akrab dengan orang-orang hebat, orang-orang
berkarakter, orang-orang yang bisa dikatakan selesai dengan diri sendiri.
Kesempatan berkontribusi untuk tanah air dengan semangat 45 (militan), penuh
empati, dan berkasih sayang. Militan, ya itulah yang saya lihat dari dalam diri
para alumni FIM dalam berkarya dan berkontribusi dalam membantu dan menjaga
tanah air, Indonesia. Harapan-harapan yang membuat saya sadar, bahwa sudah
bukan waktunya lagi saya bermalas-malasan dan membiarkan para pemuda yang lain
berjuang sendirian untuk tanah air ini. Beberapa alumni FIM yang menjadi
inspirasi dalam berkarya semuda mungkin, misalnya; Mas Gun dengan pendekatan
lewat tulisan-tulisannya yang tiap baca postingannya merasa ‘Aku Banget’, Kak Rona Mentari dengan
dongeng-dongengnya, Kak Cile yang mengajarkan pertama kali untuk siap jadi Teman Cerita orang lain, dan sebagainya.
Pada FIM 21 ini,
saya memutuskan untuk mendaftarkan diri di jalur influencer. Pertanyaan yang
memberontak dari diri saya sendiri cukup menciutkan nyali saya. Pengen masuk jalur influencer tapi gak punya
karya atau bakat yang WOW banget. Pengen masuk jalur influencer tapi gak punya
pengikut yang banyak. Pengen masuk jalur influencer tapi masih malas
mengupgrade diri, dan sebagainya. Di dalam diri saya sendiri seramai itu,
hingga hari ini, tanggal 15 Agustus, bisikan-bisikan yang menjatuhkan terus
ada, walaupun frekuensinya tidak seperti hari-hari sebelumnya. Dengan
bismillah, dan ingetan tentang hastag #MulaiAjaDulu membuat saya memberanikan
diri untuk terus melangkah maju dan menyelesaikan apa yang sudah dimulai ini,
juga mengabaikan semua bisikan-bisikan di atas, mematikan radar kepekaan
sementara waktu.
Menjadi seorang influencer,
otomatis harus dapat menginfluence orang. Itu satu pernyataan yang saya inget
dari Kak Mandira Elmir yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif FIM saat LIVE
Instagram, yang membuat saya merenung kembali, apakah yakin mau daftar ke jalur influencer sedangkan menginfluence orang saja belum pernah. Cukup lama saya
merenung dan mempertimbangkan, yang lagi-lagi saya patahkan dengan sebuah
pernyataan bahwa sudah setengah jalan, lanjutkan saja. Pernah ingin mengganti
jalur, tapi tidak ada yang nge-klik kecuali jalur Influencer tersebut.
Pembaca setia tulisan ku, Unyilku. Heeh
|
Bermodalkan tulisan-tulisan diblog, tumblr dan caption Instagram, setidaknya ada seseorang yang selalu setia menunggu dan membaca tulisan saya. Saya tidak pernah memaksanya untuk membaca, dan ketika mengobrol dengan dia lewat whatsapp yang dibahas biasanya membahas tulisan baru saya. Dan, komentar-komentarnya cukup membuat senang, karena sudah menghargai, mengapresiasi tulisan saya dengan membacanya. Saya jadi punya alasan untuk terus lanjut menulis, yang lebih berfaedah dan bukan semata hanya curhat biasa. Saya percaya, setidaknya tulisan ini akan dibaca oleh dua orang minimal, yaitu saya dan teman saya. Dan, saya jadi punya alasan lebih kuat untuk meyakinkan diri sendiri bahwa lewat jalan itu, masuk dan mendaftarkan diri di jalur influencer adalah tepat. Mau mencoba dan berusaha terlebih dahulu itu tetap lebih baik, yang diperkuat dengan usaha dan doa. insyaAllah akan ada jalan. Karena hidup banyak rasa, kopi Good Day punya banyak rasa untuk harimu. Karena pendaftar FIM 21 banyak sekali, maka Saya adalah salah satu yang tepat untuk jadi keluarga FIM 21. Kriiiiik. Kriiiiik. Kriiiik. Hehe. Karena sekarang waktunya adalah Berani PD itu Baik.
Baiklah, cerita kali
ini saya cukupkan. Sekian dan terimakasih sudah bersedia membacanya hingga
selesai. Mohon maaf jika ada yang salah dalam bercerita.
Wassalam. Salam
Semangat.
#akuuntukbangsaku |
Komentar
Posting Komentar