Bagaikan langit di sore hari yang sepenuhnya tertutup oleh
kumpulan awan berlapis-lapis. Putih sejauh mata memandang. Seperti yang sedang
mengetik ini, masih dengan mukenah putihnya, duduk bersilang di atas tempat
tidur setengah berpangkukan laptop. Di sore hari ini, rasanya kepengen makan
sesuatu cuman hanya sebatas ingin, tidak berminat mewujudkan inginnya bersebab
malas. Nah, ini nih, penyakit yang bikin idup jadi ga ada perubahan, yang buat
diri jadi kurang bersyukur terus aja kerjaannya. Kesel sekali. Sekalinya
sungguh berulang kali sehingga jadinya berkali-kali keselnya. Tapi, kalimat
pembela bahwa ya gak apa-apa, istrahat, kan habis kerja juga. Eh enak saja
bilang istrahat, emang habis kerja apa? Ha? Habis kerja pula dibilang? Kerja
nyecroll-nyecroll hape mah iye itu. Ngelove semua postingan orang juara. Balas
chat-chat lancar udah kayak jalan tol tanpa kendaraan lain. Melaju dengan
kecepatan tinggi tanpa halangan dan rintangan. Itu yang disebut habis kerja?
Sini, sini, aku bisikkan sesuatu pada telinga yang suka denger kalimat motivasi
tapi di salah gunakan. Bukannya memotivasi, sebaliknya dijadikan tameng
pembelaan diri. Aduhai.
Sekelumit cek-cok antara, ah entahlah apakah antara hati
dengan hati, atau antara hati dan pikiran, atau antara manusia dengan sisi
syaitannya. Dan, akhirnya, sedikit lebih lega setelah dituangkan di sini.
Sebelumnya, aku mau minta maaf, maaf, maaf sekali lewat tulisan ini kamu yang
sedang membaca jadi merasa buang-buang waktu. Boleh tak dilanjutkan juga kok.
Kalau dilanjutkan, gapapa juga, senang.
Sebenarnya, aku sedang tidak ingin begitu tapi tuntutan dari
otakku meminta alur berceritanya seperti ini. Mungkin referensi berceritaku
masih kurang banyak, bukan mungkin sih ini TAPI MEMANG MASIH KURANG SEKALI.
Okey, jadi intinya sekarang suasana di malang lagi mendung-mendung syahdu gitu,
yang udah pernah ke malang paham ya bagaimana suasananya, yang belum pernah ke
malang juga pastinya pernah atau mungkin juga sedang menikmati suasana sore
yang lagi syahdunya di tempat lain. Sebagai anak sore, e maksudnya anak yang
suka mendramatisasi sebuah keadaan, membahasakan suasana mendung-mendung syahdu
adalah nyatanya memang mendung, suara kendaraan berlalu-lalang, suara nak-anak
kecil tetangga rumah asyik bermain bersama, ibu-ibu sahut-menyahut menyapa,
bukan ngegosip, untungnya, dan suara dari gerobak penjual es krim, seorang bapak.
Walaupun rame, tapi rasanya adem sekali. Walaupun tidak hijau-hijau, tapi
menenangkan.
Aku tahu, saat menulis kalimat-kalimat di atas tersebab habis
dapat ilham dan kepercik gaya tulisan Bang Andrea Hirata. Hahaha. Yakin sih,
soalnya lagi baca buku beliau yang Orang-Orang Biasa. Kalau lagi baca bukunya
Bang Tere Liye secara tidak langsung gaya tulisannya mengikuti beliau. Kalau
lagi baca buku Mas Gun juga pemikiran akan sesuatu hal dan pemilihan katanya
juga akan mengikuti gaya tulisan beliau. Ah, dan banyak lainnya, cuman ketiga
orang tersebut, beberapa karyanya masih dominan sekali dibaca. Dan, gaya
tulisanku seperti apa ya? Kayaknya perlu banyak baca lagi dan nulis lagi nih
biar nemu gaya tulisan sendiri. Habis ngetik kalimat tersebut, satu bisikkan
dari hatiku sendiri berseru dengan nada sinis, EMBEEEEEEEEEEEEEERRRRR. BELAJAR
O BELAJAR O YANG BENER.
Kadang dalam suatu waktu aku seperti menjadi 2-3 orang yang
berbeda.
Hai, apakah kamu tipe orang yang suka ngemil? Dan kalau gak
ada yang bisa di cemil-cemil rasanya ga berminat melakukan sesuatu hal? Adakah?
Nah, ini sih aku nyari teman. Kalau beneran ada, kepengen
tossss secara online. Ayok TOSSHHHHH (mengangkat telapak tangan dan mentoshkan pada
tangan satunya). Aku udah ngelakuin, dan rasanya buat diri ini senyum sendiri.
I am happy. Hal yang sereceh itu bisa bikin happy. Cobalah. Cobalah melakukan
hal-hal yang dirasa aneh jika pikiranmu sedang kalang kabut atau overthingking.
Lakukan hal-hal yang mungkin seperti anak
kecil saja, begitu orang-orang memandang kamu. Tidak masalah. Tidak usah
memperdulikan tanggapan mereka. Aku sering sekali melakukan hal-hal yang receh
dan bisa bikin mood diri membaik. Semisalnya adalah lari-lari ditempat. Motoran,
keliling. Nyalain laptop dan dengerin lagu, atau muter ulang film yang telah
ditonton berulang kali sampai ngikutin percakapan pemainnya. Main hape dengan
keliling semua sosial media yang ada, kepoin si doi juga sekali-kali. Haha. Si
doi? Anggap aja doi.
Aku tahu ini tulisan yang sungguh tidak tahu akan berakhir
bagaimana, ya ku biarkan sepuluh jari ini menari-nari di atas keybord laptop
sampai ia bosan dan capek, sampai otakku berseru cukup, sampai aku dipanggil
sama penghuni rumah yang lain untuk turun ke lantai 1, atau sampai panggilan
sholat magrib berkumandang, tentunya tidak mungkin berhenti sampai ada telpon
dari si doi, ya gak bakal selesai-selesai dong ngetiknya.
Hari ini aku kembali beraktivitas random lagi. Pagi-pagi di
mulai dengan bangun yang hampir kesiangan lagi, untung masih dapat subuh dan
sunnahnya, di otak sih udah rencanain untuk sehabis sholat lanjut dzikir,
al-matsurat, ngaji al-waqiah, ujung-ujungnya tetap dilakuin, tapi bukan selesai
subuh langsung. Oh bewarat sekali memulainya langsung, harus melalui dengen
lemesin jari di layar hape dulu, scroll-scroll ini dan itu sampe-sampe dapat
notif di Instagram dari kawan lampung yang nge-tag di salah satu postingan
kelas jodoh. Postingan sepasang sandal, tapi berpasangan dengan sandal yang
berbeda, sekaligus ada lirik lagunya Armada “Harusnya Aku Yang Di Sana………………..”
yah pagi-pagi dibuat baper. Ini penting gak sih untuk diceritakan?.
Lanjut, nyecroll dirasa cukup, jari udah lemes enak, lebih
ringan menggapai quran lalu al-matsurat. Ngaji bentar, biar tenang hati
walaupun nanti tetap ada kusut-kusutnya. Aku tidak ikut berkontribusi dalam
masak-memasak di rumah ini, kapok kali ya dibantu sama aku, karena
gerak-geriknya terlalu santuy sekali, bukan mempercepat malah memperlambat.
Bukannya meringankan malah menyebalkan. Aku biasanya diminta buat ngupas
bawang, potong-potong yang bisa dipotong, ngulek yang bisa diulek, dan main
sama adik kecil, seringnya duduk di warung, jaga. Warung yang berisi jualan
berbagai macam kebutuhan rumah tangga dan makanan ringan gitu-gitu. Aku
biasanya duduk pagi di warung sampai jam 9 atau jam 10, atau semisal ada agenda
pagi ya paling sampe jam 7.
Kebetulan hari ini duduknya sampai jam setengah 10.
Sampai jam 8 pagi aku masih menikamti. Tiba-tiba setelah itu tidak menikmati,
merasa bosan beraktivitas monoton. Kasih barang belanjaan orang, terima uang,
kasih kembalian uang pembeli, main hape, baca buku, berdiri, duduk, berdiri
duduk, dan bosan juga.
Kalau udah kayak gini, loss sudah pertahanan diri untuk
selalu sabar, sabar, berpikir positif, sekaligus menumbuhkan kesyukuran.
Semakin aku memberontak melawan rasa bosan itu dengan ketiga hal tersebut,
semakin aku tidak bisa sabar, berpikir negatif saja, dan berujung tidak
bersyukur. Aku melawan rasa bosanku dengan cara yang kukira tepat, nyatanya
tidak. Sadar bahwa lagi di fase yang buruk, mencoba mengendalikan diri,
sungguh-sungguh, hingga bersandarkan diri pada lemari barang. Pertanda aku sudah
capek berdebat dengan diri sendiri.
“Ya Allah, apakah ini sudah takdirku? Apakah ini yang harus
didapatkan? Apakah ini yang harus dialami?” sambil merem. Berbisik ke Allah.
“Sabarkan lagi. Maafkan lagi aku, Ya Allah. Tolonglah
hambaMu ini.” bisikku yang lain.
“Please, nul. Jangan gitu ah.” Bisik yang lain lagi.
Hingga beberapa waktu berlalu begitu berat rasanya,
berperang dengan diri sendiri, aku memutuskan untuk bangun dari tempat duduk
itu, berlarian menaiki tangga menuju lantai 2 ke kamar ambil kaos kaki, kunci
motor, ganti jilbab, dan pake lipbalm biar ga keliatan kering kerontang
bibirnya, lalu sambil nyanyi bergantian dengan kalimat pendukung dari dalam
hati.
mereka adalah ujian untuk kamu,
nul. Sebaliknya, kamu adalah ujian untuk mereka. Kamu lagi kurang bersyukur aja
sekarang, bude udah memfasilitasi semuanya tanpa kamu bayar seidkitpun, cuman
diminta bantu-bantu jaga warungnya. Dan itupun kamu tidak diminta. Betapa
baiknya beliau itu. Kamu makan nasinya, sayurnya, ikannya, make airnya, dll.
Ayoklah jangan gitu. Ikhlas. Sabar. Masalah itu dihadapin jangan dihindari.
Biar dewasa. Coba deh, kamu atur pola hidup kamu. Kamu yang keliru, dan salah,
tidak pandai mengatur diri dengan baik di rumah bude. Ayoklah. Masalah dihadapin.
Besok gak boleh gini lagi.
Sumringah. Enteng. Tenang. Perasaan tidak bersyukur yang
sempat menggerogoti itu perlahan memudar. Berganti dengan senyum yang ku
berikan pada bude yang sedang mengatur barang jualannya. Aku lalu pamit ke
terminal. Aku harus menjemput sepupu yang tiba 5 menit lalu. ku lajukan sepeda
dengan kecepatan standart, dan bernyanyi sepanjang jalan.
Hingga sore ini, aku sedang dan masih baik-baik saja. Tidak
tahu kalau nanti malam.
Perasaan bosan, sadari
dan terima bahwa sedang bosan. Atur nafas, lalu perlahan bangun jika lagi
duduk, berjalan jika lagi berdiri, duduk jika lagi berdiri, berlari jika lagi
berjalan, terus bergerak, walaupun perasaan bosan dan tidak enak di dalam hati
sedang dirasakan. Perlahan akan membaik, perlahan akan berganti dengan hal yang
seru, perlahan menyadari bahwa tadi habis lagi di fase mood yang buruk. Jangan
di lawan perasaan bosan dan tidak enak di dalam hati dengan meminta sabar,
meminta berpikir positif, mengajak untuk segera mengusir mood yang buruk. Karena,
hanya capek yang terasa.
Apalagi di tengah wabah corona rasa bosan pasti banyak melanda teman-teman di dunia. Untung saya ngga bosan-bosan banget di rumah. Jadinya lebih menikmati dengan kegiatan blog. :)
BalasHapusKak yaniiiiiiii.. Betul banget nih kak. Sy nge-blogwalking sama ngedrakor di sela-sela nulis buat blog sendiri.
HapusKak yani💗