Pernah gak kalian ketemu sama orang, di mana orang tersebut,
ehm, kayak sulit banget untuk menghargai orang lain (apapun itu, bisa usaha,
pencapaian, barang-barang yang dimiliki, keahlian, dsb). Berat banget buat
melontarkan pengakuan bahwa orang
tersebut sedang salah atau keliru. Ada aja seribu alasan untuk melabelkan diri
bahwa aku gak salah loh, yang salah itu
orang lain, kompor yang lupa dimatiin, tamu yang tiba-tiba bertamu, yang
pokoknya adalah orang laen. Nih, yang begini-begini nih pengen aja
menghilang saat itu juga. Males sekali untuk mendengarkan pembelaan. Padahal
kan emang udah salah ya salah. Semuanya gak ada yang sempurna. Masak yang
kegosongan ya yaudah, sayur yang keasinan ya yaudah, sambal yang kepedasan ya
yaudah, perut yang sakit ya yaudah.
Hal kedua yang berat banget untuk ditinggalkan adalah
mengomentari kepunyaan orang lain. Tak pernah sekalipun dengan kalimat
apresiasi gitu dulu atau muji dikit, tapi langsung ngegas komentar sisi buruknya.
Kayaknya sensor matanya langsung memperhatikan kekukarangan kali ya. Misalnya;
Baju, komentar kainnya jeleklah, jahitannya kurang rapilah, kekecilanlah,
warnanya kenorakkanlah, pokoknya semua milik kita (orang lain) jelek kecuali
milik sendiri dan keluarganya, selalu bagus dan high quality. HAH. Padahal ya sama aja, kadang gak semua barangnya sebagus
itu, kadang barangnya juga murahan kok, kadang juga norak, kadang juga PASARAN.
Sialnya, ini orang super-duper percaya diri TINGKAT DEWA. E kenapa kok pake
DEWA-DEWA segala, emang DEWA 19, Ha? 19? Jadi inget COVID 19. Iya. Si doi
makin-makin aja di tanah air ini. Yang positif sudah 1700an (kalau gak salah pas
liat di story teman kuliah, pertanggal 2 April). Sedih hatiku, kalian juga
pasti jauh lebih sedih.
Berita-berita di twitter jadi berita yang penuh emosional,
membaca dan melihatnya tidak bisa setenang bulan-bulan lalu. Akhir-akhir ini,
jatung udah kayak lagi lomba lari, berpacu dalam melodi, iya itu nama salah
satu acara di televisi, bikin deg-degan aja terus, kalah deg-degannya orang
jatuh cinta. Emang pernah ngerasain? Lah, dikira aku bukan manusia normal kali?
Ya jatuh cinta kan pastinya semua orang pernah ngerasain lah. Duh melencengnya
jauh amat. Oke kembali lagi ke laptop. Tuh kan malah ke slogan-sloganya Bang
Tukul. Yaudah sampai mana tadi, sampai COVID 19 ya? Ya.
Buat yang sedang mengisolasi diri di rumah, gak bisa
kemana-mana, mau kemana-mana pun gak tenang, mending di rumah aja, jaga
kesehatan ya, jangan lupa makan walaupun aku sendiri suka gak teratur makannya,
jangan lupa makan telur, minum air putih yang banyak, vitamin, tidur yang
cukup, sayur-mayur, ya walaupun aku sendiri ga melakukan itu semua dengan rutin
tiap harinya, dan cuci tangan. Seumur-umur hidup baru kali ini aja, mau makan
selalu cuci tangan pake sabun yang bersih, mau makan snack apalagi, haha,
padahal ya dulu (buka aib dah) main comot-comot aja makanannya, HAP, tapi
usahakan jangan lupa bismillah, dan juga duduk.
Semangat ya semuanya,
insyaAllah pasti berlalu, dan banyak pelajaran yang bisa diambil dari kejadian
ini. Mari sama-sama lawan corona dengan usaha semaksimal mungkin mengikuti
anjuran yang telah banyak disosialisasikan, lalu bersabar, lalu setelah itu
sholat. Allah bantu. Pasti. Allah bantu. Yang harus bekerja juga, semangat dan
jaga jarak, jaga diri, jaga hati, jaga sholat, jaga mata, jaga-jaga semuanya.
Kepengen nulis semuanya, tapi nanti kebanyakan.
Ya kembali ke topik awal. Pernah gak kalian ketemu sama
orang yang seperti di atas? Salah satunya gak apa-apa. Kalau pernah, gimana
caranya kalian mengatasi mereka? Apakah dengan cuek bebek. Masa bodoh. Malas
ngeladeninnya, atau sebaliknya kita yang mengambil jalan mundur atau maju atau
apalah sebutannya itu, yaitu sikap sebaliknya, semakin baik dan semakin menjunjung
semua yang mereka ucapkan. Semakin membagusi semua barang-barang,
pencapaiannya, dll, dan semakin menjelekkan barang-barang, pencapaian milik
diri sendiri agar apa yang mereka miliki memang bagus dan milik kita jelek.
Merendahkan diri, eh apakah terlalu kasar ya? Mengalah gitu ya namanya? Sharing
yuk di kolom komentar. Jika berkenan, karena rasanya sefruit itu loh
ngadepinnya. Ralat, bukan SEFRUIT, maksudnya SEFRUTASI. Gak lucu ya? Haha.
Garing.
Bentar jangan jawab dulu.
Bagaimana jika orang-orang itu adalah keluarga sendiri? 24
jam hampir genap 7 hari selalu bersama.
Sharing yuk di komen. Kayaknya butuh banget saran-saran
kalian. Yang bersedia dan berminat menyedekahkan kata-kata yang ada di
kepalanya.
Kalau ditanya sayang apa gak? Yang jelas jawabannya sayang.
Sayang banget malah sama orang-orang itu. Cuman, ngeselinnya tuh gak
disadar-sadarin gitu loh. Padahal udah ngasih rambu-rambu betapa sengeselinya
mereka kadang-kadang. Eh gak kadang-kadang sih, tiap hari ada aja.
Seing, hampir semua yang kubeli selalu disembunyikan, tapi
tetap aja ketahuan juga. Selain percaya dirinya masyaAllah banget, kepo sama
informasi dan kepo sama barang orang lainnya juga gak kalah masyaAllah, bikin
ngelus dada euy. Yang ketiga, apapun info orang lain selalu ingin
diketahui juga. Sampai-sampai kadang istigfar dulu dalam hati. Kadang doa dulu
seperkian detik; Ampuni hamba Ya Allah.
Semoga sikap-sikap seperti itu tak ada dalam diri hambaMu ini. Pernah, aku
doa yang bener bener bener doa sampe memelas ke ALLAH (sampe mo nangezz) agar
jangan sampai pekerjaanku ini bakal ketahuan sama orang-orang itu. Dan,
berhasil pula kali itu. Allah kasian kayaknya. Haha. Saat itu aku bisa tertawa
begitu puas, karena bebas dari komentar yang kurang menyenangkan untuk didengar
apalagi sampai masuk ke dalam hati.
Kenapa selalu ingin disembunyikan? Karena udah tertulis
sebelumnya bahwa keponya tuh warbiyasah sekali. Aku akan mendapatkan pertanyaan
yang berantai –rantai jika berani menjawab bohong. Haha. Solusinya harus jawab
jujur. Bukan gak mau jujur, gyus. Bukan gak mau, tapi lebih tepatnya lagi gak
mau dengeeeeeerin komentarnya yang selalu tidak menghargai apa-apa yang
dimiliki diriku saat itu. Kepengen sekali aja mendapatkan komentar dari orang-orang
itu yang baik tok, tanpa kata
TAAAAAAAAAPPPPPPPPPPPPPIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII.
Tanpa kata berunsur jelek. Tanpa ada kata perbandingan dengan miliknya. Sudah
merasa muak. Lagi malas mengalah. Lagi malas bersabar. Lagi malas bermuka dua.
Euy. Urusan bermuka dua, juara banget nih depan orang-orang kayak gitu. Gak
tahu lah, kalau ikut casting film kayaknya cocok memerankan tokoh yang punya
sifat munafik. Serem juga sih. Tapi biar biar. Sudah terlatih kok. Haha.
Sefruit itu. Eh, Sefrutasi itu maksudnya.
Ini masuk kategori NGOCEH sendiri. Walaupun ku libatkan
kalian yang sempat membaca ini.
Beneran deh, kalau ada yang mau bagi tips,
saran, masukkan, atau apalah itu bisa banget lewat komentar di bawah. Aku bakal
seneeeeeeeeeeng banget bisa dapat nasehat-nasehat dari kalian.
10000000000%. Nah, berapa tuh?
Malas ngampusin nolnya. Yakin 10000000000% banget bahwa cerita yang berjumlah
900 kata di atas tidak akan sampai begitu baik jika ku bercerita langsung,
makanya seringnya ya kebanyakan ‘NYA’ tidak efektif dalam dunia kepenulisan he,
iya iya, maaf.
Seringnya aku memilih untuk menuliskan saja. Karena dengan
menulis rasanya yang mau disampaikan itu tuntas habis, gak ada yang tertahan
lagi, gak ada yang tertutupin lagi. Oleh karena alasan itulah, kenapa sebuah
OCEHAN malam ini mengalir bak air terjun yang membantingkan diri pada batu-batu
di bawahnya dan terus mengalir mengikuti liuk-liukan sungai sampai jauh sekali.
Yaudah udah banyak banget nih .
1002 kata udahan.
Terimakasih udah membacanya,
Alhamdulillah lebih lega. Semoga aku bisa lebih sabar lagi dan lebih semangat
lagi. Aku memang ujian untuk orang-orang itu, dan sebaliknya pun begitu.
Sehingga untuk menghadapi ujian ini, kalian yang punya saran atau masukkan
boleh banget nulis di kolom komentar, atau bisa langsung nge-WA atau
menghubungi via sosmed yang di mana kita berteman dan saling menyukai. Menyukai
postingan-postingan satu sama lain.
Sekali lagi terimakasih ya. Untuk
yang menuliskan ini juga, gak tahu lagi kalau semisal ‘orang-orang itu’ yang di
maksud akan ikut serta membacanya. Ya gak apa-apa lah biar mereka juga sadar
(kalau juga iya menyadarinya) bahwa gak semua orang termasuk aku nih ya, bisa
sebaik itu selamanya, bisa sesering itu mengalahnya, bisa punya muka dua, dan selalu
tampil oh aku baik-baik saja dengan semua yang dilakukan.
Memang ya, semua akan
jadi baik kalau dikomunikasikan, tapi, boro-boro mengajak unutk komunikasi,
yang ada malah dibantai balek. Selemah itu. Tahu kenapa selemah itu? Karena gak
pengen nyakitin hati mereka. Bodoh kan ya. Yang bodoh sebenarnya bukan
orang-orang itu deh. Haha. Astaga. Tapi beneran, ‘orang-orang itu’ rapuh
banget, alias nih ya lemah, alias gak sesetrong itu, jadi kalau semisalnya
berdebat maka bisa dipastikan akan menimbulkan perpecahan luar biasa, dan
kecanggungan yang hakiki. Aku ya gak apa-apa sih bakal gitu, tapi, ya ada
tapinya, gak segampang yang dituliskan. Huhu.
Udah sampai di sini aja.
Teman-temanku sekalian, tetap jadi orang baik ya, tapi jangan lupa untuk
bertanya dan ngecek ke diri sendiri kira-kira definisi orang baik yang sudah
dilakukan seharian itu bener-bener baik buat orang lain juga gak? Atau cuman
baik untuk diri sendiri tapi orang lain tidak merasakan kebaikan itu. Jangan
jadi ngeselin ya, kalau bisa dilakukan sendiri dan mandiri, jangan ngerepotin
orang lain. Tapi tetap, meminta bantuan orang lain itu harus, karena kodratnya
kita sebagai manusia ya memang dianjurkan hidup berdampingan, bersama, dan satu
sama lain. Tapi, perlu tahu juga, kapan tuh kita ngerepotin orang lain kapan
enggak ngerepotin alis kerja sendiri dan gerak sendiri.
Udah ah sekian beneran ini. salam
dari aku. Ninggalin komen apa aja boleh banget dibawah kolom komentar.
Selamat malam, dari aku yang udah
ga bisa tidur karena baru bangun.
Malang, 3 April 2020. 2.09 AM.
Komentar
Posting Komentar