Pendekar Dapur, Kamu Pasti Bisa. #catatanuntukmasadepan



Hari-hari yang berbeda selama 23 tahun lebih berada di dunia. Wabah Covid-19 yang sedang menjadi ujian bagi seluruh umat manusia di bumi. Banyak pro dan kontra isu yang ada, banyak kabar duka sekaligus kabar bahagia. Kabar yang silih berganti membuat rasa cemas, khawatir, stress, takut, gugup, dan menjadikan masing-masing manusia menyadari bahwa dirinya tidak bisa berbuat banyak membasmi habis penyebaran Covid-19 kecuali dengan sungguh-sungguh berdoa kepada Tuhan, di mana berdoa dengan sungguh-sungguh ini dilakukan ketika setelah dan sedang menjalankan ikhtiar semampunya sesuai dengan arahan serta informasi resmi dari para ahli dan bisa dipertanggungjawabkan.
   
Salah satu yang membuat bahagia dibalik ujian wabah covid-19 ini adalah semakin banyak kelas-kelas berbagai macam topik yang diisi oleh orang-orang yang punya kapasitas di bidang tersebut dengan bayaran seikhlasnya atau ada yang memberikan nominal tapi sangat murah meriah, tidak lebih dari 30ribu (yang terpantau sih). Bahkan ada yang gratis padahal harga kelasnya bisa ratusan ribu kalau pada kondisi normal. Orang-orang berbondong melakukan kebaikan, berlomba-lomba jadi perpanjangan tangan Tuhan saling membantu, meringankan beban sesama, berkejar-kejaran menyediakan kegiatan untuk menemani saudaranya yang sedang di rumah aja agar tidak bosan dan biar bisa (tetap) produktif. Selain itu, sorotan lain adalah adanya agenda masak-memasak yang terlihat diberbagai sosial media. Beberapa orang dan teman-teman sepermainan kamu juga ikut serta berlomba-lomba berbagi info menu dan resep memasak untuk menu makan atau camilannya selama di rumah aja.

Kamu? Apa yang sudah dilakukan agar hari-hari selama di rumah agar (tetap) produktif?

Aku tahu. Sebentar, biar ku tebak, yang semoga ini, ya memang ini akan sangat tepat.

Kamu mengumpulkan list-list judul drama korea kan? Kamu lebih banyak tidur juga kan? Kamu lebih selaww menjalani aktivitas tiap harinya kan? Kamu jadi tiba-tiba rajin masukkan pakaian kotor ke mesin cuci kan? Kamu lebih malas jaga warung kan? Kamu jadi makan dan terlihat agak gemuk kan? Kamu jadi rajin upload story di sosmed kan? Kamu awalnya rajin menulis dan lalu jadi mogok kan? Iya kan?

Kamu kaget dengan semua yang telah kuuraikan itu.

Kamu menggeleng tidak percaya. Iya kan?

Bagaimana? Bagaimana bisa aku sebegitu detail memamparkannya? Apakah aku telah memasang cctv di rumah kamu? Begitulah kiranya suara hati kamu menebak.

Aku tertawa.

Satu lagi,
Dan kening kamu mengerut, mata kamu membulat besar, kamu seperti, kalau kutebak seperti bertanya, kira-kira apa lagi satu hal itu yang akan ku sampaikan.

Aku mengangguk. Menahan tawa. Lalu, mengatur napas agar tidak kelepasan tawa kerasku.

Aku tahu satu hal.

Kamu pengen sekali memasak sesuatu kan? Tapi keinginan itu sampai detik ini pun belum bisa terlaksana. Itu membuat kamu sedikit sedih, bukan?

Kamu seperti tidak punya hobi meracik atau mengolah yang berbau makanan. Kamu seperti tidak tahu apa-apa terkait jenis-jenis bumbu dapur. Kamu seperti tidak mengerti dengan takaran garam atau gula atau penyedap untuk sayur misalnya. Kamu seperti dingin sekali dengan peralatan dapur.

Ditambah dengan pengalaman yang kurang menyenangkan hati ketika beraksi di dapur. Membuat kamu sedikit, ya sedikit khawatir.

Pada umumnya orang-orang akan berteman dengan rasa, tingkat kematangan, dan bentuk yang pas. Tidak dengan kamu, rasa yang kadang keasinan sampai berubah jadi pahit, kadang terlalu manis karena gula yang kebanyakan, kadang keenekkan karena penyedapnya kelebihan, kadang keasaman, kadang juga tidak jelas. Memasak, tidak cocok untuk kamu sambil melakukan pekerjaan lain, karena itu akan berakhir pada masakan yang gosong. Aku tahu kok, dalam sehari kamu bisa menggosongkan masakan lebih dari 2kali di waktu berbeda. Aku merasa bahwa itu sebuah keahlian kamu: lupa kalau sedang memasak dan berakhir gosong.

Tapi, tenang. Orang-orang baik di sekitar kamu selalu memakluminya. Mereka akan tetap menikmati dengan sedikit terpaksa karena tidak ada lagi yang bisa dimakan. Oh mereka tetap berkomentar juga. Tapi, sekali lagi, kamu tidak apa-apa dengan semua komentar itu. Ya, kadang membuat dirimu sedikit ragu ketika akan main ke dapur, kadang juga kamu terima komentarnya lalu menertawakan, ya kadang juga kamu abaikan. Semua itu pastilah untuk kebaikkan masa depan kamu sehingga nanti jadi pendekar masak-memasak di dapur. Begitu bukan?

Hari-hari berlalu, umur kamu bukan muda lagi, teman-teman kamu semakin jago aja memasak, semakin rajin beraksi di dapur, dan itu membuat dirimu tertampar dalam rangka menyadari diri sendiri. Kapan baru bisa masak dan percaya diri dibagikan. Lewat sosial media gitu, misalnya?. Di sisi lain, tuntutan turunan yang tidak tertulis tapi begitu melekat di semua ehm rata-rata di hati, baik perempuan dan laki-laki, tua muda, bahwa sebagai seorang perempuan harus pandai memasak ini dan itu. Seorang perempuan harus berteman akrab dengan semua jenis bumbu yang berjejer di bagian dapur. Seorang perempuan, mereka adalah yang akan memasak, menyiapkan, memenuhi, semua keperluan keluarga. Ini kondisinya ketika perempuan telah menikah.

Tidak hanya kamu sendirian yang akan merasakan satu tekanan dari tuntutan tersebut, para perempuan di luar sana juga mengalaminya. Kamu jangan begitu sedih atau berpikir yang tidak-tidak. Percayalah, ketidakahlian kamu beraksi di dapur sekarang hanya karena belum ada waktu, belum ada kesempatan untuk mengeksplore dan memulai berteman dengan semua peralatan dan bumbu di dapur. Kamu masih sibuk dengan dunia terkait buku-buku kan? Lanjutkan. Itu perintahku saat ini. Besok akan kutemui dirimu yang jauh lebih baik, terutama tentang literasi dan sebuah rumah bacaan yang akan dibangun, entah kapan itu.

Perempuan itu tidak akan berkurang nilainya walaupun tidak pandai memasak. Penilaian itu pada tiap diri perempuan sekarang adalah penilaian tak tertulis dan itu tidak berlaku untuk semua orang. Zaman berubah, ilmu pengetahuan semakin gampang diakses, kebiasaan-kebiasaan berdasarkan budaya dan melekat di masyarakat sedikit demi sedikit bisa dibantah atau diluruskan dengan ilmu yang lebih ilmiah dan jelas asal-usulnya. Kalau ngomongin di sisi agama, sebagai seorang muslim, sudah dijelaskan pula bahwa tugas-tugas seperti memasak sebenarnya adalah tugas seorang kepala keluarga (suami), di mana mereka akan memutuskan apakah mencarikan seorang yang bantu2 kamu (kaum perempuan) mengurus rumah, atau mereka akan mengerjakan sendiri yang dibantu oleh kamu (kaum perempuan sebagai istrinya). Kembali lagi, semua itu tentang kesepakatan bersama di dalam sebuah keluarga. Bekerja sama jauh lebih baik.

Tapi itu hanya kulit saja bahkan penjelasannya jauh lebih dalam lagi serta begitu jelas. Aku tidak akan panjang lebar menyampaikan.

Sampai di sini, apa ekspresi kamu ketika membaca semua kata di atas? Senyum kah? Wah, aku sangat berharap itu benar adanya.

Udah masuk waktu dzuhur, surat yang berisi catatan ini aku cukupkan sekian dulu ya. Percayalah, kamu bukan tidak bisa memasak, kamu hanya belum terbiasa dengan aktivitas itu. Kegiatan mendownload semua resep orang-orang terus saja dilanjutkan, kamu bisa mencobanya kapan-kapan, pas ntar seminggu sebelum menikah juga mungkin, kan?. Tidak ada yang tahu. Kegiatan nengok story masak-memasak orang-orang diberbagai sosial media yang begitu (tampak) sempurna juga lanjutkan saja, tangkap gambarnya sebanyak-banyak mungkin tak masalah sampai memori hape kamu penuh.

Aku percaya. Kamu punya niat yang baik untuk suatu hari bisa memasak, apalagi memasak untuk keluarga gitu ya. Aku percaya, kamu bisa melakukannya. Kamu bisa menaklukkannya. Aku tunggu postingan hasil masakkan kamu, oke?

Byeeeee……..

Dari aku di masa sekarang, untuk aku di masa beberapa tahun ke depan, yang kupanggil dengan sebutan kamu.
Aku akan terus menulis surat untuk kamu, karena aku adalah kamu. Kamu di masa depan wajib lebih baik daripada aku sekarang.

Komentar