Ceritanya: Si Kesayangan Ngambek #2


Kereta Api Menuju Ujung Barat Jawa, Februari 2020.

Kejadian ini sudah berlalu dua bulan lalu. Ketika kasus yang positif korona di indonesia tiap harinya meningkat per100an orang. Kabar buruk berakhir takut, khawatir serta was-was.

Karena belum terlalu banyak kesibukan di luar rumah, jadilah stay at home yang benar-benar stay, yang keluar rumah cuman sekali seminggu, atau bahkan seminggu gak keluar sama sekali. Sejarah beeeeetttttt, geeeeezzzzzzz. Sampe-sampe itu warna kulit antara punggung tangan dan tangan ke lengan jadi agak mirip warnanya. Kemarin-kemarin bagaikan kopi dan susu. Wqw. Itu kabar baiknya.

Sedangkan, dampak tidak keluar rumah rupanya tidak bernasib baik untuk Si Kesayangan. Yang telah setia menemani kemanapun ingin hati pergi. Asyek asyek jozz.

Si Kesayangan mendekap kesepian di pinggir gang depan pagar rumah. Berdiri kokoh sendirian di tengah terik matahari yang romantis bergantian dengan deras juga gerimis hujan mendayu rayu seluruh penduduk di kota bunga tersebut. Si Kesayangan terabaikan. Mungkin dia ingin marah, tapi tidak bisa diungkapkan. Mungkin dia ingin menangis, tapi tidak bisa disampaikan. Mungkin dia ingin mengeluh, tapi tak ada yang bisa mengertinya. Yang punya, tak peka sekali. Berkumul dalam aktivitas slowmotion, tertawa dan deg-degan melihat berita. Bersembunyi dibalik selimut kadang-kadang. Yang punya, mengabaikan Si Kesayangannya.

Memang ini ya, Si Yang Punya kadang suka tidak tahu diuntung. Hmm.

Satu hari dari sekian hari telah berada di rumah aja, aku keluar. Ada kerjaan yang mau diselesaikan. Pekerjaan yang masih ada selama masa pandemi ini. Alhamdulillah.

Ku panaskan ia setelah di standar dua. Dibiarkan hidup selama beberapa menit. Maksud hati ingin menarik gas agar terjadi proses perubahan dari yang dingin jadi hangat dan panas. Mesin-mesin yang tidur panjang mulai terbangun. Mulai diajak bergerak lagi. Kek manusia gitu juga lah, butuh gerak biar gak berjamur. Kalau mesin, biar gak berkarat. Gitu ya? Ya, ya, gitu, biar cepat. Ho.

Tut tut tut tut tut. Suara diujung saat gas dilepas dari tarikan.
Tut tut tut. Keos.
Mampus, motornya mati.
Nyalain lagi, biarkan.
Tarik gas lagi.
Tut tut tut tut tut.
Motornya mati lagi. Mulai curiga neh.
"Ngambek kamu, Nak?" tanyaku.

Aku membiarkan beberapa menit.
Mungkin ia masih kaget kali ya. Masih jetlag setelah sekian lama tidur panjang tanpa selimut pula. HAH.

Kasian.

Coba lagi. Tetep aja gak bisa. Feeling bad. Beneran ngambek ih.
Engos-engosan dikit.
Berakhir, menyerah, dan diulang lagi keesokan harinya.

Besoknya, aku menyesali atas pengabaian yang dilakukan terhadap Si Kesayangan.

Jadi,........
"Nul, tutup warung."
Sebuah panggilan dan perintah lebih dulu kudengar. Jadi, ceritanya jeda dulu gezzzz.
"Okey." jawabku lalu hp disimpan. Berjalan keluar, dan menutup pintu dorong warung yang di cat berwarna ungu. Kenapa ungu? Karena penghuni rumah suka warna ungu. Gitu sih. Penting? Enggak seh.

Makasih ya udah baca sampai sini. Ijinnnnnn. Lanjuttttttt besok..

Daaaahhhhhhhhhh
Fyi doang: Tiap hari parkirnya memang di luar. Depan pagar rumah. Kekurangan lahan parkir. Teriris hati. Tapi gimana lagi ya, gak ada motor gak enak juga :(

Malang, 7 Juni 2020

Komentar