Ceritanya: Si Kesayangan Ngambek #4

Setelah satu minggu libur, akhirnya, Si Kesayangan Ngambek comeback. Yeeeeeyy. Ada yang nunggu? Enggak ada ya? Hehhe.

Baiklah. Lanjut ke #ceritanya.

Kemarin, seusai drama mogok-mogokkan, kebiasaan itu pun muncul. Memikirkan banyak kemungkinan-kemungkinan. Sendirian.
"Gimana ya cara bawanya ke bengkel?"
"Masa iya digeret sendiri. Bengkelnya gak dekat loh."
"Minta tolong siapa ya? Yang biasanya dimintai tolong sudah di kampung halaman semua."
"Apa pagi-pagi ya ke bengkelnya. Kan, masih sepi. Gak ada yang liat."
"Tapi, emang bisa keluar di gerbang masuk?"
"Gimana kalau penjaga gerbang masuk gang itu gak ijinkan keluar lewat situ?"
"Gilaaaaaaak aja di geret ujung ke ujung motor mogok plus berat itu."
"Jauh amat sih bengkel. Please dong. Motorku."
"Apa kucoba jam 5 pagi habis subuh ya?"

Dua hari isi kepala cuma tentang rencana gimana bisa bawa motor ke bengkel. Dua hari yang kalang kabut dengan segala pikiran sendiri. Dua hari yang tidak menentu rasanya. Dua hari dengan mood yang tiap pagi tidak ceria seperti sebelumnya. Dua hari, dan di hari ke-tiga, saat pagi, aku menuruni anak tangga, dari lantai 2 menuju lantai 1. Wajahku? Sendu kali. I feel it.

"Mbak Rahma, motorku." seruku memelas dan duduk di kursi sambil menatap kosong kursi lain.
"Gimana ya, apa bisa keluar di gerbang masuk? Motorku butuh dibawa ke bengkel. Huhu." lanjutku. Mbak Rahma yang sedang nyampu rumah pun ikut prihatin.
"Mau dibawa bengkel mana? Belakang swalayan Semua-Orang itu kah?" Tanya Mbak Rahma.
"Iya. Itu udah paling dekat. Tapi, dibawa ke bengkel depan jalan raya itu juga gak apa-apa sih. Yang jadi masalahnya adalah, caranya bawa motor keluar. Kan, gerbang ditutup semua. Yang buka malah jauh di ujung timur sana. Sedih akutuh." seusai berseru demikian, ada kelapangan dikit di hati.

Saat itu juga Tuhan berbaik hati. Wajah sendu berubah jadi wajah berseri-seri. Hati layu mendadak jadi mekar semerbak harum mewangi. Langit mendung seketika terang-benderang.
"Oh. Aku tahu." Seperti petir di siang bolong. Menggelegarkan indra pendengarku. Menoleh ke arah Mbak Rahma demi sebuah kelanjutan kalimatnya.
"Ntar aku bilangin Pak Ndul deh. Kayaknya punya kunci portalnya pintu masuk dekat rumah. Jadi kamu bisa keluar lewat situ. Gak jauh." Sekalimat itulah yang merubah 360 derajat suasana pagiku hari itu.
"BENERAAAAN? YaAllah. Minta tolong tanyain ya, Mbak." seruku dengan antusias juga penuh harap. Angin segar, benar-benar menyegarkan di tengah kegerahan yang begitu gersang. Seperti meminum air es di tengah gurun pasir. Segerrrrrr. Hahaha.
"Iya aku tanyain. Tunggu Pak Ndulnya lewat dulu."
"Alhamdulillah. Matur suwuuuun sing wuaaakeh. Aku udah frutasi mikir ini." tawaku terbit tanpa ada beban.

Sorenya, Mbak Rahma ngabarin kalau besok pagi bisa dibukain portal pintu masuk yang dekat rumah, sekaligus dekat bengkel. Dan, besoknya, pagi sekitar jam 9 Si Kesayangan di tuntun ke bengkel. Bengkel yang kukira adalah bisa menyelesaikan kesakitan yang sedang dialami Si Kesayangan. Bengkel yang kukira akan mengakhiri drama hidup selama bulan puasa ini berlangsung. Nyatanya tidak. Nyatanya semua belum berakhir. Jilid dramaku dengan Si Kesayangan masih berlanjut.

"Oh Tuhan, aku sedih sebenarnya, tapi, akan kunikmati ini semua. Semua akan baik-baik saja." kalimat klise menghiasi hatiku yang sedang tertawa juga bersedih dengan ini semua....

Komentar