Keluarga Cemara (2)

"Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini."

Sebuah film yang tayang di awal tahun 2020. Adaptasi dari buku karya Marchella FP. Buku yang berisi quote-quote tersebut laris-manis di masyarakat. Buku yang simpel, tapi tiap isinya seperti mewakili semua hal yang pernah dilalui oleh setiap pembaca. Tiba-tiba nyesek, menangis, terdiam, merenungi, menghela napas panjang, mengangguk, dan tersenyum.

Kepada penulisnya, Marchella FP, semoga senantiasa sehat dan terus melahirkan karya-karya terbaiknya untuk menemani anak-anak manusia (berapapun usianya) menjalani hari-hari yang kian tidak tampak ramah dan kondusif.

Buku yang laku keras, begitu pula dengan filmnya. Sukses!!!

2juta++++ yang telah membersamai cerita keluarga Narendra. 2juta++++ yang telah menyerap, menerima, memahami, melihat perjalanan cinta sekaligus rasa sayang keluarga itu. Aku tidak termasuk dalam 2juta++++, sedang di rumah, kampung halaman, menikmati detik-menit-jam-hari demi hari dengan keluarga. Belum ada bioskop di sana.

Aku barusan menamatkannya. Kemarin. Dari sebuah cerita itu aku jadi banyak belajar lagi. Sejujurnya, ngomong-ngomong tentang belajar, apalagi udah masuk bab penerimaan, mengikhlaskan, memiliki pemahaman baru juga sudut pandang objektif terhadap anggota keluarga rasanya tidak pernah tamat materi pembelajarannya.

Kemarin boleh jadi aku bisa menerima semua hal buruk sekaligus baik yang telah terjadi, tapi belum tentu memiliki pemahaman baru. Menerima yang kadang-kadang masih tidak tulus menerimanya. Sebuah bab dalam kehidupan (salah satunya) penuh perjuangan banget buat melewati itu semua. Aku bisa bertahun-tahun untuk belajar menerima sesuatu hal yang tidak pernah jadi harapan. Kamu juga?

Salah satu yang aku highligh dari cerita Keluarga Narendra adalah pentingnya ada penjelasan-penjelasan. Bagaimanapun kondisi dan keadaan dari sebuah kejadian yang terjadi, penjelasannya tetap harus ada. Uraianya sangat diperlukan. Agar apa? Agar bisa masuk ke tahap berikutnya yaitu penerimaan. Bagaimana mungkin menuntut orang lain menerima jika tak disertai penjelasan. Rasanya seperti minum obat yang sangat pahit, harus tetap masuk walaupun sangat menderita ketik meminumnya. Hehe.

Sebuah penjelasan tidak harus dijelaskan terburu-buru. Ia juga sama seperti memaafkan, mengikhlaskan, dsb, butuh waktu yang tepat. Angkasa, menunggu waktu itu. Bertahun-tahun lamanya. Menjalani hidup sehari-hari dengan rahasia besar di dalam hati dan ditutupi dari yang lain, sungguh berat sekali.

Hal lain yang bisa ku highligh adalah orangtua tidak sepenuhnya keterlaluan sudah mengatur ini dan itu sebagai sebuah aturan dalam keluarga. Ajeng, istrinya Narendra dan Ibunya Angkasa, Aurora, dan Awan, tetap menunjukkan sikap yang tidak menjelekkan suaminya kepada anak-anaknya. Ajeng tahu betapa perjuangan Narendra atas cinta mereka dan cinta kepada anak-anak mereka.

Kayak asam, manis, pahit, asin, dan segala macam rumahtangganya sudah dilalui bersama-sama. Yang bikin Ajeng, makin memahami banyak hal dari sosok Narendra. Juga termasuk masa lalunya Narendra.

Sehingga aku kembali disadarkan bahwa memang dalam sebuah keluarga (dalam hubungan apapun yang lebih dari satu orang) tidak ada yang benar-benar salah dalam semua keputusan sebuah kejadian, juga tidak ada yang benar-benar benar, karena masing-masing menyumbang sikap, pilihan, keputusan, perlakuan, yang benar di suatu waktu juga salah dilain hal.

Aku jadi semakin meluaskan hati dan pemahaman baru untuk tidak tergesa-gesa memprotes, ingin marah kepada kedua orangtua dengan semua hal yang telah dilakukan, sekalipun ketika telah dewasa.

Aku jadi mengerti (lagi), mereka hanya ingin anak-anaknya mendapatkan hak terbaik dalam hidup. Tidak ingin kejadian buruk menimpanya dahulu juga dirasakan oleh anak-anak kemudian hari. Mereka punya alasan. Mereka punya luka. Mereka punya masa lalu. Mereka mungkin cerewet. Mereka mungkin seakan-akan tidak mengerti ingin anak-anaknya padahal jika ditelusuri mungkin aku sendiri (sebagai anak) yang tak mengerti inginnya orangtua.

Oh Tuhan.
Sering banget inginku protes terkait semua jalan cerita hidup ini. Kadang ingin berhenti saja. Kadang ingin menghilang. Kadang ingin menyendiri. Tapi, Engkau dengan baiknya menuntun lagi buat tidak merasakan kegalauan itu.

Oh Tuhan...
Keluargaku sekarang adalah yang terbaik. Walaupun sebelumnya terkadang ingin memiliki keluarga yang lain, yang tidak seperti sekarang. Dan, jika dipikir-pikir lagi, kalau tidak hadir di keluarga yang sekarang ini, mungkin tidak ada diriku yang seperti ini. Dan, aku merasa (setelah kiri-kanan-atas-bawah sikap protes yang dilakukan) ada di keluarga yang sekarang ini pun sangat menyenangkan. Tidak sanggup membayangkan jika jadi yang lain.

Oh Tuhan...
Pekerjaanku lebih banyak protes memang sih daripada menerima dan memahaminya. Tapi itu dulu. Akhir-akhir ini, tidak akan kulakukan. Pekerjaanku hanya harus melihat semua sisi, menarik beberapa sisi yang sesuai dengan pengalaman, pemahaman, dan kenyamanan.

Oh Tuhan...
Keluarga cemara ini, anggota-anggotanya, semoga selalu sehat dan diberkahi dengan limpahan rahmat juga cinta kasih Mu.

Mungkin sangat terlambat ya, bagi yang belum, bisa banget film Indonesia satu ini jadi list tontonannya. Karena, walaupun gak sama persis dengan kejadian tokoh-tokohnya, tapi beuhhhh dalam beberapa hal related sama kehidupan. Banyak momen yang bisa diambil benang merahnya untuk coba diterapkan kepada keluarga cemara masing-masing.

"Sabar, satu persatu." Kale kepada Awan.
"Selalu ada yang pertama dalam segala sesuatu, termasuk gagal." Angkasa kepada Awan.

Aslinya banyak quote2 kerennya. Tapi, dua quote itu yang berhasil ketanam di alam bawah sadar pas nonton. Karena pas dengarnya lagi gak nangis kali ya. Jadi fokus. Hahahha. Mungkin.

Sekian, dari kemarin, ini yang paling panjaaaaangggggggg. Semoga betah bacanya :))

Malang, 20 Juni 2020

Komentar