Dibalik Kata "Gak Jadi". #aletter

Cepat sekali perubahan itu terjadi. Belum juga berganti hari, hanya berbilang jam. Satu jam yang lalu, kuterima kabar akan dijemput. Kami akan pergi ke suatu tempat. 2 jam kemudian aku telah siap. Tas beserta isinya kugantungkan pada pundak sebelah kanan, baju gamis hitam telah licin juga rapi, jilbab udah ditata sedemikian rupa yang stylenya #akubanget, dan seluruh hati telah siap, segala urusan lain ditanggalkan, segala cerita dihentikan, seruan pamit telah terlontar.

Kulirikkan mata pada jam yang sedang berdetak. Berirama dengan detakkan jantungku. Jarum panjang jam tepat berada pada angka yang dijanjikan untuk dijemput. Tapi, sampai detik itu, pemberitahuan pesan masuk di alat eletronik pintar tidak ada nama yang ditunggu.

"Jadi?" singkat, padat, dan jelas. Seperti sebuah jawaban ujian pas kuliah, dosen selalu ingin jawaban dengan 3 komponen tersebut. Haha. Yang lain juga pastinya begitu, hanya saja pikiranku sedang tertuju pada dunia perkuliahan saat menuliskan #aletter ini.

Kutunggu. Jawaban belum ada. Terkirim sudah. Jawaban belum masuk. Kutunggu. Bercerita dengan yang lain sambil melahap satu buah pisang. Detak jam berirama, masih sama dengan irama jantungku.

"Aku udah berangkat. Hehe." yang ditunggu telah dibaca.

Ya Tuhan. Inginku tertawa. Inginku berseru tak baik. Inginku menangis. Ingin ini, ingin itu, ingin, ingin, inginku yang lainnya.

Gak bisa. Gak bisa. Aku udah siap loh. Aku udah tinggal dijemput. Aku udah tinggal make kaos kaki. Aku udah tinggal make helm. Aku udah, dan tinggal. Huwaaaaahhhhhhhh.

Jauh di dalam hati, sedih.
"Ya, gapapa. Goodluck." hanya itu balasanku.

I am a munafek kali nih balas pesannya. Tapi, mau bilang panjang lebar juga nanti jadi makin runyam. Hah. Biar sudah. Besok, ketika waktu tepat, membicarakan hal ini juga bagus.

I am a bijek pun ikut serta muncul. Dikehidupan masa kemarin, mungkin atau bahkan sering bertindak sebagai seseorang yang suka tidak mengabarkan orang lain kalau tidak jadi pergi. Mungkin persiapan orang yang kuajak itu lebih parah dibanding aku hari ini. Ya, ini dunia, tempat ketidaksempurnaan itu ada dan berkeliaran dimana-mana. Wajar, sedih ditemui.

I am a dramatisase be like, dengan tindakan. Aku tahu kenapa hal ini bisa begitu sangat sedih, dan seketika mengubah mood. Karena, seluruh hati dan persiapan sudah kufokuskan hanya untuk agenda sore dan dijemput. Aku menanggalkan yang lain. Demi, untuk menggantikan agenda yang tidak jadi tersebut, aku melampiaskannya dengan keluar sendiri dengan motor. Keliling tak bertujuan. Mencari tempat duduk sambil menghabiskan es krim, tapi tidak ketemu, berakhir di depan kos-kosan orang sampai dikira lagi nyari kos-kosan. Kuiyakan saja. Kuikuti alur percakapan itu seakan-akan beneran lagi nyari kos-kosan padahal lagi melampiaskan sesuatu. Juga, berakhir lagi di depan gerbang belakang kampus dekat tempat tinggal. Menonton anak-anak yang main basket sambil ngebalas dan cerita kesialan kepada sohibku yang jauh di seberang pulau sana.

I am a manusia biasa.
Seorang hamba, yang punya Tuhan, yang sungguh rencananya udah TOP 1 buat aku. Berawal dari ibu kos-kosan yang sok iya ngajak aku ngobrol terkait info kos-kosan, berlanjut komentar sohibku yang lain pada foto yang diunggah, tawanya anak-anak yang main basket, dikasihani oleh sohibku yang lain karena diPHPin, motor lalu-lalang tapi gak bikin risih, sore yang sendu, dan perlahan moodku membaik, kebetean dalam hati meluap sedikit demi sedikit seuasai kuhempaskan berkali-kali dengan kata-kata. Aku pulang, kembali ke rumah dengan hati yang lebih lega dan ringan, dibandingkan ketika keluar tadi, sempit dan berat.

I am okay. I am fine. I am a hamba-Nya. Huwahhhhhh.

Komentar