RRC: Tasbih Oh Tasbih. #RecehRecehnyaChusnul


#lucukubelumtentulucumu

Masa-masa kecil, sekitar umur 7 tahun ke atas sampai SMP kelas 1 merupakan masa kejayaan karena rajin banget ke masjid buat ikut sholat. Bilang masyaAllah gak nih? Hehhehe. Sebenarnya, kadang, di usia sekarang ini pun merindukan sosok kecil di masa dulu salah satunya ke majid buat sholat. Berangkat sholat, jalan dari rumah ke masjid ngelewatin rumah orang dan orang-orang tanpa malu, tanpa sungkan, tanpa beban, tanpa menghiraukan apakah orang ini disapa apa gak, tanpa semua itu, melainkan melangkah dengan hati riang dan gembira.

Aku tidak sendirian yang jadi jamaah setia di masjid kampung tempat tinggal kami. Ada teman sepermainan, teman sekolah, yang juga jadi teman sholat berjamaah. Biasanya kami akan bertemu di masjid. Ada sekitar 4 sampai 5 orang. Apakah aku mengerti apa yang sedang dilakukan itu? Kalau diingat-ingat, gak ngerti sama sekali. Hanya sholat yang mengikuti seruan orang karena itu adalah perintah Allah. Ngikut dong. Dan, aku menyadari betapa sebuah ilmu itu penting sebelum melakukan sesuatu hal, apalagi itu berhubungan sama sholat dan beribadah lainnya. Aku sholat tapi hanya sebatas gerakan doang. Semoga Allah memaklumkannya.

Jadi melebar kemana-mana. Berawal dari potongan kisah masa kecil itu, mengantarkanku pada sebuah kejadian yang (menurutku) lucu dan rada bego sih, berakhir menertawakan diri sendiri ketika mengingatnya. (Berawal dari tasbih bundar nan biasa saja).

Peserta jamaah yang gak pernah alpa sholat berjamaah. Sebab kerajinan itu, ada ibu2 yg baru pulang Haji memberikan hadiah. Katanya apresiasi karena udah rajin sholat ke masjid. Ya Allah, senang dong ya. Hadiahnya adalah alat digital buat dzikir. Bentuknya kayak gambar dibawah ini. Persis.

Dulu, mana ngerti cara pakenya walaupun udah diberitahu. Dan, itu pun nyoba-nyoba yang ngajarin. Behhhhh. Ga meyakinkan emang. Oh, buat dzikir? Akupun tak paham (yang beneran paham) apa itu dzikir.

Itu hadiah, yang buatku bahagia mendapatkannya sekaligus gak bahagia. Gak bahagianya karena tidak menikmati sekali pas digunakan. Barang itu berakhir di rumah, bertahun-tahun, akhirnya, saat remaja kali ya, paham juga dan memakainya untuk beberapa kali setelah itu enddddddd doi mati baterai.

Pas kuliah, aku makin mengerti, oh, ini toh alat buat dipake dzikir biar kemana-mana dzikirnya tetap tak terlewatkan, jumlahnya jadi ketahuan berapa banyaknya. Pas kuliah nemu yang lebih simpel. Cara pakenya gampang banget, kayak pake cincin gitu. Tahu kan ya bentuknya? Kuanggap tahu ya. Hehe.

Pas kerja juga dapat lagi. Hadiah dari bos. Kupake, tapi habis itu hilang lagi.

Pas sekarang, pake-nya tasbih biasa. Oh, dulu mah, tahu-nya alat buat dzikir ya tasbih tok. Apalagi yang dzikir pake tangan. Haha. Aku pernah terbuat bingung, heran yang terheran-heran, kok bisa ya orang-orang rumah dzikir pake hitungan tangan. Ya, bertahun2 kemudian, akupun akhirnya paham dan pake jari tangan buat dzikir-dzikir. Sebuah tepuk tangan apresiasi buat diri sendiri yang dari mana aje kau Nak, lama amat nyadarnyaaaaaa...

Ya lanjut. Pake tasbih. Taraaaaaaa, inilah tasbihnya. Aku berharap ia tidak menghilang seperti yang dulu-dulu.

Suatu hari, yang kemudian lanjut jadi hari-hari lainnya, berturut-turut, kupake ia buat ngebantu menyelesaikan 100x/10x/33x/semaunya aktivitas sore sama pagi yang mau dirutinkan. Sadar bahwa itu jumlah tasbihnya adalah 33butir, jadi kalau mau yang 100x maka harus 3kali muterin tasbihnya. Lancar.

Hingaa suatu kesempatan. Seusai sholat fardhu, aku ambil tuh tasbihnya.

"Subhanallah 33x dulu" seruku.
Satu kali putaran selesai, trus bengong. Kayak inget sesuatu tapi apa....
"Oh iya lupa, kan ini tasbihnya kecil, jadi muter dua kali lagi." lanjut dzikirku.
"Alhamdulillah 33x lagi" bisikku.
"Jangan lupa, 3kali putaran lagi." anggukan tanda mengerti.
"Terkahir. Allahu Akbar 33x yes." lirihku.
"3kali putaran lagi bebeeeh." meluncur ibu jariku menggilir satu persatu biji tasbihnya hingga 3kali putaran. Selesai.

Dan aku merasa, itu dzikir 33x yang terlama yang pernah ada. Tapi, sama sekali gak nyadar, gak ngeeeh sama apa yang membuatnya lama. Apakah kamu menyadari sesuatu?

Hahhahaaaa. Yaps betul sekali.

"Oi, Nul. Suka HANG emang kamu nih ya. Tasbih itu tuh udah 33butir isinya. Bukan 11butir. BUKAN. Jadi kalau kamu pake dzikir, ya cukup sekali aja buat 33x. Ga perlu muter 3kali." kesadaranku baru bangun dari tidur panjangnya saat sholat fardhu di hari lainnya.

Maaf ya kalau gak lucu. Haha. Tapi, buatku, ini kocak sekali. Setiap liat tasbihnya, setiap itu juga tawaku yang tak bersuara bertengger pada wajah bulat tapi bukan macam tahu bulat.
"Astaga, Nul, Husnul. Kadang hidup tuh selucu ini ya. Belajar menghitung di mana sih?"

Begitulah monolog diri sendiri yang mulai detik ini jadi monolog dengan kamu.

Komentar

  1. Rejtjeh kayak biasanya. Btw lwbih bagus pakai tangan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwk...
      Tapi suka ga fokus kalau pakai tangan. Haha

      Hapus

Posting Komentar