Untukmu: September Ter-Spesial

Ku kirimkan surat ini untukmu. Surat cerita pertamaku, tentang 1 hari di bulan September 2019 lalu.

Hari itu, dan hari kemarinnya lagi, aku, mau tidak mau, suka tidak suka, terhadap apa-apa yang terjadi, harus tetap mensyukuri yang sudah diberikan Tuhan.

Hari itu aku lelah sekaligus senang. Senang karena bisa ngajarin adik-adik. Senang karena dapat uang. Bisa belanja tanpa memikirkan lembaran uang di dompet.

Hari itu, banyak sekali snack yang dibeli, dan tambahan 1 lip balm rasa greentea. Untuk pelembab. Biar gak kering dan pecah-pecah bibirnya. Hehe. Beli banyak snack bukan bermaksud nyetok buat camilan selama sebulan, tapi kebetulan hari itu adik seorganisasi ada yang wisuda. Ikutan bahagia mendengar kabar mereka. Habis beli-beli, aku balik ke rumah. Dan, rumah sedang ramai dengan orang. Snack itu segera dibungkus dengan paperbag warna coklat bertali putih. Selesai diisolasi, kulanjut dengan menuliskan beberapa kata selamat dan harapan serta ucapan terimakasih untuk segala momen kebersamaan waktu seorganisasi.

Jam menunjukkan pukul 11.53, dan aku baru selesai bungkus-membungkus. Padahal biasanya jam segitu anak-anak yang diwisudakan sudah keluar aula acara berlansung dan sesi foto-foto bersama. Telat, sudah nyata di depan mata. Dan, jam 12.15, baru menuju kampus dengan menenteng 2 kresek hitam. Bersama sepupu, berangkatlah kami dengan motor.

Siang itu, rasa capek belum bertandang pada diri. Sehabis pulang mengajar, lalu belanja, dan rempong bungkus-bungkus snack, atmosfer senang dan serunya masih terasa. Sepertinya, waktu itu, hariku didukung penuh oleh kerelaan hati dalam menjalankan to do list pertanggal 21 September 2019.

Seperti perayaan wisuda pada umumnya, ramai sekali. Dari para pencari rezeki yang memanfaatkan momen dengan menjejerkan berbagai macam bentuk jualan, dari makanan hingga benda-benda unik nan lucu, dan sebagainya. Setelah muter lapangan rektorat kampus, akhirnya posisi yang wisuda kedekteksi juga. Oh, ternyata di bundara hitzzz. Haha.

Seperti pertemuan-pertemuan pada umumnya dengan teman yang lama gak temu trus ketemu, euforianya bisa terbayangkan ya kayak gimana seru dan senangnya. Ya, perasaan itu juga kurasakan.

Antara lainya ya, sesi memberi selamat dan doa. Sesi nostalgia dan godain satu sama lain. Foto-foto. Sholat dzuhur. Dan, sesi ketemu anak-anak secara gak sengaja. Salah satu momen bonus plus-plus saat menghadiri acara wisudaan gitu. Dengan anak-anak yang lama tak ketemu, saling berjabat tangan. Saling bertanya kabar. Memberikan senyum terbaik. Wajah berseri-seri. Cukup. Itu sudah cukup untuk memenuhi kewajiban sebagai seorang muslim, yang harus bertemu saudaranya dengan wajah berseri, dan menjalin silaturahmi, agar umur jadi barokah.

Jam setengah dua siang, acara selesai. Pulang, dan lelah sekali rasanya. Kurebahkan diri sejenak pada kasur yang setengah empuk. Alhamdulillah.

Hari itu semuanya berjalan lancar. Tak ada kendala yang begitu berarti. Jam 3 kurang 10 menit terdengar adzan ashar dikumandangkan. Hari itu, urusan belum beres. Masih ada janji 4 hari yang lalu untuk ditepati.

Aku segera bangun, bergegas untuk menyelesaikan misi lain.

Tujuanku adalah sebuah kedai donat kentang yang jaraknya dengan rumah, kurang lebih 15 menit waktu tempuh.

2 kotak donat kentang dengan varian rasa sudah dalam genggaman. Misi selesai. Lanjut, berburu bakso. Dapat juga. Misi beres. Saatnya kembali ke rumah. PULANGGGGGG. KETEMU KASUR LAGI.

Jam 5an, Sampai di rumah. Dan, suprise, semuanya lengkap, sedang duduk, mengobrol sambil mendengarkan siaran ceramah dari ustadz kondang yang menggemparkan tanah air dengan isi dan pembawaannya yang membuat orang berasa kayak ditampar-tampar.

"Assalamualaikum." ucapku saat membuka pintu, dan dibalas waalaikumsalam beramai-ramai.

Sore itu, Tuhan baik sekali rasanya. Ah, maksudnya Tuhan memang selalu baik hanya saja kesadaran manusianya, macam aku ini yang menyadarinya sekali-kali.

Bakso segera dinikmati bersama-sama. Dilanjut dengan donat.

Berkah usianya. Berkah rezekinya. Berkah urusannya. Sehat-sehat selalu. Tak hentinya ku-amin-kan doa-doa yang terlontar dari penghuni rumah tersebut.

Ya. Kecil-kecilan dengan bakso dan donat kentang di atas adalah bentuk syukur untuk usiaku yang ke 23 tahun. Rasa lelah yang terasa waktu beli-membeli sejenak hilang begitu saja ketika doa-doa, harapan, canda-tawa, kalimat godaan-godaan, dan sebagainya jadi pengiring berakhirnya sore dan semangkuk bakso.

Kututup hari itu dengan membaca selembar surat cintaNya. Kalam-kalamNya. Huhu. Hanya selembar. Sungguh tak sebanding dengan semua kebaikanNya hari itu. Untung saja Engkau Maha Baik, kalau tidak, sudah matilah dari dulu.

Itu saja surat cerita pertamanya. Untuk surat-surat berikutnya, aku gak tahu akan ku kirimkan lagi kapan. Yang pasti, akan tetap ada. Ya, sebagai bentuk mengekspresikan perasaan-perasaan agar tak sebatas rasa saja, biar lebih berwujud dan bisa dirasakan oleh diri sendiri besok-besoknya lagi.

Ssstttttt...
Sebenarnya, 'kamu' yang dimaksud adalah diriku sendiri.
Hehe, ya. Ini sebuah surat cerita untuk diri sendiri di beberapa tahun mendatang.


Komentar

  1. Semoga selalu berkah dengan umurnya.. Ditunggu surat selanjutnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin Ya Rabb... Siap :)) btw, ini siapa?

      Hapus
    2. Hehehhehe... Btw, terimakasih sudah bersedia membacanyađź’•

      Hapus
  2. Semoga selalu berkah dengan umurnya.. Ditunggu surat selanjutnya

    BalasHapus

Posting Komentar