Aku Menjelma Mereka || 21 Jurnal Ramadhan

 

Percakapan-percakapan pendek itu membekas. Berputar-putar dengan sendirinya saat sunyi.

“Aku biasanya mengendarai motor dengan kecepatan 20-40 km/jam saja.” Ucapku

“Tambahkan lagi jadi 60 km/jam. Coba!” Jawabmu.

“Ngawur. Kamu nyuruh aku terbang?”

“Biar segera nyampe tujuan. Dan, sensasinya beda.” Serumu antusias.

“Iya nyampe. Nyampe akhirat kali.” Timpalku

“Penakut.” Kamu mengejekku.

“Kamu emang berapa kecepatannya?” Tanyaku penasaran.

“Di atas kecepatan rata-rata kamu.” Jawabmu santai.

“Hah? Punya cadangan nyawa berapa?” Mataku melotot. Entah, yang jelas aku sungguh tidak membayangkan betapa kecepatannya seperti terbang.

-

“Hari ini hari apa?”

“Selasa. Kenapa?”

“Hari lahir kamu…”

“Bukan. Hari lahirku masih bulan Januari.”

“Ya udah, berarti keliru. Ini, dimakan saja donat dan jusnya.”

“Buatku? Untuk apa?”

“Iya, buat kamu dan dihabiskan.”

“Dalam rangka?”

“Hari lahir kamu, tapi karena belum, sayang kalau dibuang….” Aku dengan tangan berisikan makanan dan minuman hanya menatap tanpa berkata-kata lagi punggungmu yang perlahan menghilang karena harus masuk ke dalam ruangan kelas.

Hari itu, hari selasa yang kunobatkan sebagai hari termanis.

-

“Mau kemana?” tanyaku padamu yang terlihat sudah siap berpergian.

“Jelajah alam. Mau ikut?”

“Enggak.”

“Oh oke. Mau dibawakan sesuatu? Kelapa?”

“Emang ada?”

“Mau gak?”

“Iya boleh. Hati-hati, ya.”

Menatap dari jauh saat pergi, hingga punggungnya tak terlihat lagi karena jarak pandang yang terbatas.

-

“Sudah pernah baca ‘Bumi Cinta?’.” Tanyamu memecah konsentrasiku menyelesaikan karangan cerita bahasa Indonesia.

“Belum.” Jawabku sembari menatapmu yang berdiri di samping mejaku.

“Bagus. Aku punya.”

“Pinjam, ya.”

“Bayar. Hahaha.”

“Pelit.”

“Becanda. Janji ya, dibaca sampai selesai.”

“Iya. Sini bukunya aku bawa pulang dulu.”

“Kakakmu masih jual pulsa?”

“Masih.”

“Bisa isikan pulsaku dulu?Besok pas ketemu baru bayar”

“Oke. Yang berapa?”

“25.000 saja.”

-

“Aku kemarin liat kamu.”

“Di mana?”

“Di pasar.”

“Oh. Lagi belanja. Kok gak nyapa?”

“Takut. Ada kakakmu.”

“Hahaha.”

“Hehehe.”

Seusai percakapan-percakapan pendek dari memoriku kembali berputar, selalu terbit senyum.

Hatiku terasa hangat. Menyenangkan sekaligus memilukan

Bersyukur sekali sempat berkawan baik denganmu. Mengantar dan mengenalkan aku pada dunia lewat cerita-cerita dan buku yang dipinjamkan. Lembar putih hidupku jadi kaya akan warna

Pada kamu yang tak dapat kugapai dengan genggaman nyata. Inginku sampaikan sebuah rahasia. Yang mungkin secara tidak sengaja kamu temukan mereka di tengah-tengah petualangan dan pencariamu. 

Aku menjelma mereka.

Setiap memulai dan menutup hari, lembaran-lembaran putih digitalku sudah penuh dengan huruf-huruf yang tersusun jadi kata lalu berkalimat-kalimat.

Segalanya aku uraikan. Segala yang teringat dengan baik. 

Aku menjelma mereka.

Kadang mereka dalam bentuk cerita panjang, kadang puisi, kadang hanya kumpulan kata yang tidak jelas jenisnya. Tetapi, ada yang tidak pernah kadang-kadang, adalah kamu selalu aku siasati, berada di antara titik dan koma tulisan-tulisanku.

Kamu abadi.

Abadi dalam huruf-huruf abjad.

Aku menjelma mereka.

Ya, begitulah caraku mengutarakan keributan dalam hati dan pikiran ketika kamu mendominasi.

#21Ramadhan #JurnalRamadhan #30harimenulis

Komentar