Percakapan-percakapan pendek itu
membekas. Berputar-putar dengan sendirinya saat sunyi.
“Aku biasanya mengendarai
motor dengan kecepatan 20-40 km/jam saja.” Ucapku
“Tambahkan lagi jadi 60
km/jam. Coba!” Jawabmu.
“Ngawur. Kamu nyuruh
aku terbang?”
“Biar segera nyampe
tujuan. Dan, sensasinya beda.” Serumu antusias.
“Iya nyampe. Nyampe
akhirat kali.” Timpalku
“Penakut.” Kamu
mengejekku.
“Kamu emang berapa
kecepatannya?” Tanyaku penasaran.
“Di atas kecepatan
rata-rata kamu.” Jawabmu santai.
“Hah? Punya cadangan
nyawa berapa?” Mataku melotot. Entah, yang jelas aku sungguh tidak membayangkan
betapa kecepatannya seperti terbang.
-
“Hari ini hari apa?”
“Selasa. Kenapa?”
“Hari lahir kamu…”
“Bukan. Hari lahirku
masih bulan Januari.”
“Ya udah, berarti
keliru. Ini, dimakan saja donat dan jusnya.”
“Buatku? Untuk apa?”
“Iya, buat kamu dan
dihabiskan.”
“Dalam rangka?”
“Hari lahir kamu, tapi
karena belum, sayang kalau dibuang….” Aku dengan tangan berisikan makanan dan
minuman hanya menatap tanpa berkata-kata lagi punggungmu yang perlahan
menghilang karena harus masuk ke dalam ruangan kelas.
Hari itu, hari selasa
yang kunobatkan sebagai hari termanis.
-
“Mau kemana?” tanyaku
padamu yang terlihat sudah siap berpergian.
“Jelajah alam. Mau
ikut?”
“Enggak.”
“Oh oke. Mau dibawakan
sesuatu? Kelapa?”
“Emang ada?”
“Mau gak?”
“Iya boleh. Hati-hati,
ya.”
Menatap dari jauh saat
pergi, hingga punggungnya tak terlihat lagi karena jarak pandang yang terbatas.
-
“Sudah pernah baca
‘Bumi Cinta?’.” Tanyamu memecah konsentrasiku menyelesaikan karangan cerita
bahasa Indonesia.
“Belum.” Jawabku
sembari menatapmu yang berdiri di samping mejaku.
“Bagus. Aku punya.”
“Pinjam, ya.”
“Bayar. Hahaha.”
“Pelit.”
“Becanda. Janji ya,
dibaca sampai selesai.”
“Iya. Sini bukunya aku
bawa pulang dulu.”
“Kakakmu masih jual
pulsa?”
“Masih.”
“Bisa isikan pulsaku
dulu?Besok pas ketemu baru bayar”
“Oke. Yang berapa?”
“25.000 saja.”
-
“Aku kemarin liat kamu.”
“Di mana?”
“Di pasar.”
“Oh. Lagi belanja. Kok
gak nyapa?”
“Takut. Ada kakakmu.”
“Hahaha.”
“Hehehe.”
Seusai
percakapan-percakapan pendek dari memoriku kembali berputar, selalu terbit
senyum.
Hatiku terasa hangat. Menyenangkan sekaligus memilukan
Bersyukur sekali sempat berkawan baik denganmu. Mengantar dan mengenalkan aku pada dunia lewat cerita-cerita dan buku yang dipinjamkan. Lembar putih hidupku jadi kaya akan warna
Pada kamu yang tak dapat kugapai dengan genggaman nyata. Inginku sampaikan sebuah rahasia. Yang mungkin secara tidak sengaja kamu temukan mereka di tengah-tengah petualangan dan pencariamu.
Aku menjelma mereka.
Setiap
memulai dan menutup hari, lembaran-lembaran putih digitalku sudah penuh dengan
huruf-huruf yang tersusun jadi kata lalu berkalimat-kalimat.
Segalanya aku uraikan. Segala yang teringat dengan baik.
Aku
menjelma mereka.
Kadang
mereka dalam bentuk cerita panjang, kadang puisi, kadang hanya kumpulan kata
yang tidak jelas jenisnya. Tetapi, ada yang tidak pernah kadang-kadang, adalah
kamu selalu aku siasati, berada di antara titik dan koma tulisan-tulisanku.
Kamu
abadi.
Abadi dalam huruf-huruf abjad.
Aku
menjelma mereka.
Ya,
begitulah caraku mengutarakan keributan dalam hati dan pikiran ketika kamu
mendominasi.
#21Ramadhan #JurnalRamadhan #30harimenulis
Komentar
Posting Komentar