Malam
kedua puluh empat bulan Desember.
Jam dinding menunjukkan
pukul tujuh lebih seperempat menit. Aku tidak sendirian dalam ruangan berukuran
4 x 6 meter. Ruangan yang seluruh temboknya didominasi warna putih. Di antara
lirik lagu yang dinyanyikan bergantian, aku denganya menyelipkan cerita-cerita
yang telah terlewati hari itu.
Aku menggunting,
menata, dan merapikan tumpukan gift card usahanya.
Sedangkan ia sedang
merangkai bunga-bunga menjadi beberapa buket kecil.
Salah satu bunga
rangkaianya akan digunakan untuk acara sakral; ialah pernikahan. Bunga itu aku
pegang, lalu diabadikan dengan kamera ponsel
“Bayangin
buket bunga itu dipasangkan pada jas hitam calon mempelai laki-laki,
pasanganmu.” begitu serunya.
Aku membayangkan. Wajah
yang familiar itu semakin jelas tampaknya. Dan, segera kuhentikan agar tidak
jatuh menjadi berandai-andai, berlebihan.
Segera aku kembalikan
buket itu padanya.
Aku tidak ingin kembali
perih. Kembali menumbuhkan ingin pada sesuatu yang tidak pernah bisa dijangkau.
Aku merasa cukup. Dengan
segala aktivitas yang dilakukan. Aku merasa lega. Sebab mampu merelakan yang
tak bisa selaras lagi dalam janji, walaupun pelan-pelan.
#27Ramadhan #JurnalRamadhan #30harimenulis
Komentar
Posting Komentar