Tersengat Petir || 10 Jurnal Ramadhan

 

Seperti tersengat listrik. Hujan-hujan saat pulang kantor dan akan menuju kosan teman, aku menembus hujan yang turun tidak terlalu deras tapi tidak juga bergerimis hanya intensitas sedang. Dengan jas hujan plastik berwarna biru, aku pun melansungkan perjalanan. 

Aku melewati jalan sawah. Saat itu, tidak banyak kendaraan lain yang lewat. Jalan di tengah-tengah persawahan penduduk, tidak ada pohon, rumah. Saat itulah, petir dengan suara keras seperti sedang membelah langit, guratan kilatnya terlihat jelas oleh seperkian detik mataku. Petirnya seperti akar tunggal, dan rumbai-rumbai kecilnya menjalar, mengenai bangunan-bangunan tinggi, pohon-pohon tinggi, dan posisi ku saat itu amat berpotensi terkena. Ya, benar saja, dalam hitungan seperkian detik, sebelum selesai aku berspekulasi keadaan, petir sudah menjalar pada tanganku lebih khususnya jari telunjuk dan tengah. Seperti tersengat listrik. Jantung sudah berdebar tak karuan. Pikiran agak loading lama mencerna yang barusan terjadi. Cuma, ada perintah dalam diri untuk segera mengendarai motor secepat mungkin agar tiba di rumah-rumah warga sekitar untuk menghalau adanya petir susulan.

Hampir......... pergi.

Tapi Allah masih kasih kehidupan. 

Ya Allah, betapa tidak terpikirnya bagaimana proses kematian seseorang itu. 

Masih syukur hanya tangan yang tersengat. Tidak seluruh badan.

Setelah melewati kondisi yang amat berbahaya, selalu teringat pesan (yang kebetulan waktu itu lewat Ust. Salim) bahwa kita akan melewati 99 takdir kematian, hingga ke 100. Entah berapa kali sudah kita melewati takdir kematian dalam hidup ini. 

#10Ramadhan #JurnalRamadhan #30harimenulis

Komentar