Tidak Ada Judul: Suara Yang Tidak Bersuara || 06 Jurnal Ramadhan

 

Disclaimer: ada banyak orang yang hari ini kesibukannya over, rasa cemas berlebihan, ketakutan, juga tenang-tenang saja. 

Gak kebayang akan lewatin hari ini dengan kesibukan hingga bikin badan serasa remuk, dan pengen hanya tiduran untuk mengembalikan energi (ngecasssss diri). Tapi belum bisa karena beberapa DL yang perlu dikerjakan. Sekali lagi, dengan catatan, ada banyak orang-orang terdekatku atau yang jauh punya beban lebih banyak. 

Aku sudah mencoba dengan baik mengerjakan satu pekerjaan hari ini. Yang kumulai dari pagi hingga sore tadi baru benar-benar selesai. Itu pun, sempat tidak diAcc hasil kerjanya karena ada arahan yang tidak bisa aku uraikan dengan baik dalam menyelesaikan tugas. 

Sedikit patah hati. Patah semangat. Patah mood. Dalam sadar, i am not okay dengan perasaan tersebut. Ada kecewa. Ada perasaan gagal dan merasa tidak bisa diandalkan dengan baik. Tapi, aku tidak menghiraukan dengan benar perasaan tidak baik-baik saja. Aku mengabaikannya dengan scroll beranda twitter. Mencari tweet yang lucu-lucu, yang alam-alam, yang nasehat-nasehat, dsb. Sesekali membuka WA, membalas pesan yang masuk sejak pagi tadi.

Aku tertawa karena obrolan menarik di grup kuliah dengan teman-teman super keren. Yes, senang sekali bisa jadi angkatan 2021 di kelas B titik saja. Hahahha. Aku yang tanpa topeng lagi di antara anak-anak psikologi. Wawwww. Kembali ke topik. Aku tertawa hingga rahang pegal, hingga nyebut istigfar sesekali. Tertawa karena obrolan saat itu memang kocak, juga lebih kenceng karena sedang menghalau rasa kecewa yang sedang dirasakan. 

Kecewaku bukan pada yang menolak ACC hasil pekerjaan. Kecewaku yang utama adalah dengan diri sendiri. Padahal, diri sendiri ini sudah diajak bekerja sejak pagi tadi. Huhu. Pernah kah kamu ngerasa payah dan enggak menjadi solusi dalam sebuah permasalahan di mana kamu adalah pemeran pentingnya?

Terasa (agak) full karena ada jam kuliah sore. Hujan pun mengguyur deras, angin kencang, tapi tak berpetir seperti biasanya, dan saat kuliah selesai, hujan masih deras sehingga menunda pulang. Jam setengah 5 berlalu, hujan masih deras, dan sepatu basah telak karena kelupaan mengamankan di rak sepatu. Menunggu hujan reda, aku sedikit mencuri-curi waktu di sore hari untuk merampungkan tulisan jurnal ramadhan untuk hari ke-05 Ramadhan.

Aku terdistraksi oleh sebuah WA yang masuk, menginfokan kalau hasil ngulik di laptop sejak pagi tadi bisa dipake dan dishare ke yang lain. Kecewaku tak lagi berkuncup, berganti bahagia. 

Hujan masih awet, jam berbuka puasa 40 menit.

"Mba, pulang. Pulang!!!" kata teman kerjaku yang masih kerja hahahha. 

"Iya iya, pulang. Masih deras lho" jawabku 

"Gak bawa jas ujan?" 

"Gak" 

"Ayok, pulang mbak. Pake jas hujan hanya biasa dipakai kegiatan sehari-hari?"

"Boleh?" 

" Ya Bolehlah" 

Aku pun pulang beserta 3 teman lain yang baru selesai bekerja. Perjalanan pulang yang melelahkan (hihi) karena macet. Nyampe rumah, sudah adzan magrib dan buka puasa. Qadarullah, ketemu lagi satu hambatan sesampainya di depan pintu kamar. Pintu kamar yang baik-baik saja, entah bagaimana ceritanya bisa terkunci dari dalam. Ku menangisssssssssssss (enggak ding, cuma lirik lagu). Pasrah menaruh barang-barang di depan kamar. Dan, kembali ke dapur bergabung dengan anggota keluarga lainnya untuk menyantap menu buka puasa yang gak pernah gak enak. Alhamdulillah. Alhamdulillah. 

Ada takjil buko pandan yang ditambahin potongan daging alpukat. Ijo-ijo segar dan kenyal. Enak banget. Menu takjil ini ada sejak 2 hari lalu, tapi baru mau nyoba hari itu, sebuah cara mengembalikkan mood yang sedang tidak okay. Dan, dibuat happy walaupun ingin ambruk di kasur. Wkwk. Pundak-punggung perlu direbahkan. Dan memejamkan mata beberapa menit atau berdiam diri sambil scroll beranda twitter😂

Makan pun agak tidak berselera. Walaupun menunya rawon. Wkwkkw. Dan, pintu kamar akhirnya berhasil dibuka oleh Ua Oji. Gimana caranya? Enggak paham lagi karena pas dibuka posisi di dapur, dan gak pengen lihat prosesnya karena pernah dibilang ada anak-anak kecil yang tinggal di depan kamar. Anak-anak kecil yang tak terlihat, dan sedang iseng.

Ya tolong dek, ini bulan puasa, belum dikurung ya kalian? Hiks, takut hahahhahaha. Tapi malamnya sepulang taraweh udah keburu lelah, ketiduran adalah jalan pintas. Taruh kepala bentar di atas bantal, melayang entah kemana.

Mau gak percaya kalau ada yang isengin, tapi ini rumah dan pemiliknya punya firasat kuat ke arah sana. Wkwk. Santapan cerita-cerita yang sering kudengar pun adalah berbagai hal demikian. Dan, itu yang bikin kagum dengan daya tahan keluarga ini. Dibombardir sana-sini oleh orang-orang yang belum baik, tetap saja kuat dan perisainya ada pada perempuan berusia 50an tahun yang ibadahnya kuat dan hatinya tulus. Allah adalah sebaik-baik tempat berlindung. Ua Oji selalu bilang gitu (walaupun gak plek kalimatnya demikian, intinya yang sama). 

Ya begitulah cerita hari ini. Kemana-mana karena memang yang dilewati di luar to do list. 

Namun, bagaimanapun hari ini, Allah selalu memberikan pembelajaran-pembelajaran. Allah selalu menyertai kesusahan dengan kemudahan. Allah selalu membawa kita pada tempat-tempat yang bisa memotivasi diri kita. Kalau kita pandai menyadarinya. Dan, aku mendapatkan hiburan untuk jiwa yang sedang hambar, sedih, dengan isi ceramah sebelum tarawih dari seorang ust.

“Jangan pernah menyerah, Allah selalu membantu kita, dan pekerjaan kita tidak ada yang sia-sia”

“Jauhkan penglihatan, pendengaran, perbuatan dari hal-hal yang gak perlu di bulan Ramadhan ini. Fokus pada hal-hal yang perlu saja. Misalnya Tiktokan ganti dengan dzikir. ”

Makasih Ya Allah. Sudah hibur diri ini. Bisa tertawa di masjid tuh ngadem banget, nyambi ditampar nasehat. 

#06Ramadhan #JurnalRamadhan #30harimenulis

Komentar