Tunggu Yang Berakhir Temu || 22 Jurnal Ramadhan


Andai kamu sedikit memberanikan diri untuk menyampaikan betapa nyaman berada di dekatnya. Mungkin hari ini tidak ada tulisan namanya bersanding dengan nama yang lain, melainkan namamu. Mungkin hari ini tidak ada ceritanya kamu menerima sebuah undangan, melainkan kamu yang membagikan. Mungkin hari ini tidak ada riwayat pencarian di
google tentang “cara ampuh menghibur diri yang sedang patah hati”

 

Jika saja, kamu lebih berani.

Kamu akan tahu bahwa; Ia sedang menunggumu.

Datang dengan rapi dan percaya diri ke rumahnya. Bertemu dengan tuan rumahnya.

Berkata apa yang inginkan hati .

Menyuarakan apa yang telah lama dipendam.

Menatap penuh cinta, juga harap.

Maka, tidak ada jawaban akan dipertimbangkan dulu.

Melainkan adalah ya, aku terima dan mencoba memulai ini semua denganmu.

 

Ia yang menunggu, telah menyiapkan jawaban terbaik dengan sepenuh hati. Ia yang menunggu dan terus menunggu. Hingga yang ditunggu tidak pernah memberikan tanda akan sebuah ingin untuk menatap masa mendatang dengan kacamata yang sama.

 

Dan, masa menunggunya telah habis. Ia akan berada di suatu waktu; waktu perjumpaan.

Perjumpaan dengan seorang. Namun, seorang yang telah datang dan mengetuk pintu rumahnya bukan kamu. Melainksan seorang yang lain.

Seorang yang berani memenuhi impianya selama ini.

Seorang yang berani menggenggam tanganya.

Seorang yang tidak terbayangkan, hadir menggantikan sosok yang ditunggu.

 

Kamu yang bergerak lambat.

Kamu yang takut-takut tanpa alasan yang jelas.

Kamu yang hari ini duduk di antara tamu undangan

Kamu yang hari ini tidak menyadari bahwa ada satu dua bulir-bulir bening meluncur perlahan dan segera dihapus dengan saputangan pemberiannya.

Kamu yang berseru, lirih sekali; Selamat berbahagia, terimakasih sudah mau mendengarkan cerita laki-laki pecundang ini.

 

 #22Ramadhan #JurnalRamadhan #30harimenulis

Komentar