Validasi Perasaan, Sebelum Menunjukkan Emosi || 07 Jurnal Ramadhan

 

Pernahkah kita merasa kesel dengan seseorang hanya karena masalah sepele?

Atau kita merasa marah dengan ucapan kenyataan dari seseorang? Atau karena sikap seseorang yang tidak sesuai dengan ekspektasi kita?

Sepertinya masing-masing kita pernah berada dalam salah satu situasi tersebut. Lalu, seiring berjalannya waktu, kita merasa hal itu tidak baik untuk kesehatan diri dan akhirnya memutuskan belajar. Belajar mengenal diri kita, belajar memahami diri kita, belajar mengartikan sikap kita, belajar mengutarakan ingin, dan belajar-belajar yang lainnya. Tujuannya hanya satu, untuk memenuhi diri kita dengan ilmu, agar memiliki banyak pilihan dalam menyelesaikan masalah-masalah.

Kita belajar hari ini, besok belum tentu sikap kita berubah total. Kadang, apa yang kita pelajari hari sebelumnya, lupa di hari berikutnya. Lalu, bertemu dengan masalah yang sama lagi, belajar lagi, dan besok-besok kita jadi lebih sadar bahwa sudah waktunya berubah. Ya, kadang kita akan berubah setelah berulang kali belajar dan diuji dengan hal yang sama. Karena proses belajar masing-masing orang berbeda. Ada yang sekali diberitahu akan langsung action, tapi prosesnya tetap sama, tidak ada yang langsung jadi. Sehingga, sabar adalah kuncinya. Konsisten adalah jalannya. Komitmen adalah pagarnya. 

Waktu yang kita pakai untuk belajar, baik secara formal maupun non formal, berbayar atau pun tidak, dengan guru atau otodidak, semuanya tak ada yang sia-sia. Satu langkah kita menuju jalan menuntut ilmu, satu catatan perjuangan kita di buku malaikat yang selalu bersama diri bagian kanan dan kiri. Kalau hari ini kita masih mudah kesel, mudah marah, mudah jengkel, dan ekspektasi masih tidak terkontrol maka terus lah belajar hingga kita bosan, hingga muak, hingga kita tersadar bahwa kejelekan sifat-sifat itu bukan sepenuhnya dari orang lain melainkan diri kita yang perlu diperbaiki. 

5 hal berikut ini bisa kita jadikan opsi saat sedang kesel, jengkel, marah atau emosi-emosi negatif lainnya terhadap orang atau diri sendiri:

1. Cek Ulang

Cek ulang perasaan kita. Benar gak kalau kekesalan kita bersumber dari kesalahan orang yang tidak bisa ditolerir? Atau boleh jadi perasaan itu hadir karena ketidakmampuan kita menangani ego, mengelola emosi. Beri pertanyaan pada diri sendiri; "dia sudah melakukan apa kepadamu?" "adakah hal prinsipmu yang sudah dilanggar?" "batasanmu yang bagaimana sehingga tidak bisa ditolerir?" Cek lagi sebelum memutuskan untuk marah.

2. Akui 

Sudah tak asing lagi (mungkin) untuk kita dengan kata "akui" perasaan yang sedang dirasakan. Kalau udah sampai di tahap ini, tapi sebelumnya tidak tahu adalah sebuah pencapaian bagus. 

Saat kita mampu mengakui perasaan yang sedang dirasakan, akan memudahkan dalam mencari cara menyelesaikan. Dan, apapun perasaan tidak menyenangkan yang dirasakan, libatkan aktivitas beristigfar di dalam hati/bersuara. Agar kemarahan atau lainnya tidak menjadikan boomerang untuk kita sendiri.

3. Selesaikan

Tidak semua orang mampu menyelesaikan masalah sesuai dengan permasalahannya. Ada orang-orang yang tidak mampu menyelesaikan masalahnya walaupun sudah tahu masalahnya apa. Mereka cenderung membiarkannya, menganggap ringan. Dan sebaiknya dihindarin. Bagaimana pun ukuran masalahnya, mau sepele (seperti anggapan kita) iya tetaplah masalah yang perlu diselesaikan hingga tuntas.

4. Teruslah Belajar

Kita tidak akan kemana-mana jika tidak melangkah ke kelas-kelas ilmu. Kita tidak akan berkembang, bertumbuh jika tidak menjadi bagian dari para penuntut ilmu. Kita tidak akan menjadi seseorang yang lebih baik jika kita hanya bermalas-malasan dalam memperbaiki diri. Dan, kita akan dekat dengan sifat sombong, mudah marah, tidak mudah menghargai orang lain jika masih betah dengan pengetahuan yang itu-itu saja. 

Belajar apa saja, dari mana saja, karena langkah pertama dalam proses belajar bukan melulu soal kita akan langsung berubah saat itu juga, bisa jadi langkah pertama, kedua, ketiga dsb, adalah langkah awal untuk melunakkan hati kita dahulu. Karena hati yang lunak (lembut) akan mudah menyerap ilmu/nasehat. 

5. Sabar Menjalaninya

Sejak kita umur berapa tahun mengenal kata satu ini? Bertahun-tahun pastinya. Sabar. Karena jika tidak sabar, kita hanya akan terus berjalan di tempat. Ingat, ini bukan sedang lomba gerak jalan momen 17 Agustus yang penilaiannya juga melihat kekompakan tim saat uji PBB. Bukan!!! 

Lalu, sampai kapan kita sabar? Sampai dengan bilangan umur kita di dunia. 

#07Ramadhan #JurnalRamadhan #30harimenulis

Komentar