Surat Digital Untuk Mama: Aku Malu, Ma!

Aku dalam keadaan baik-baik saja, Ma. 
Hari kemarin semua kegiatan berjalan lancar, tenang, dan segalanya dimudahkan. Alhamdulillah. Kepengen nanya balik kabarnya, Ma. Tapi kutelan kembali suara tanya itu dan berganti suara berharap semoga Allah menempatkan ditempat terbaik, luas, lapang, terang rumah terakhirnya, Ma. Seperti hari-hari sebelumnya, aku menjadi penghuni terakhir yang meninggalkan kantor. Kadang tepat adzan magrib, juga 5-10 menit sebelum adzan magrib. Aku lupa detailnya kapan mulai mengeluhkan capek setiap kali di perjalanan pulang. Sesekali ada perasaan takut, apakah aku sedang tidak bersyukur? hehehehe. Saking bingungnya cerita ke siapa (ini menjadi kelemahanku banget, Ma, enggak bisa cerita ke orang lain dengan mengalir dan jujur. Bukan gak ada yang aku sayang dengan utuh dan tulus, hanya saja lidah mendadak kaku dan kelu, hati menjadi berdebar) sehingga ngoceh sendirian ke Allah adalah jalan yang dipilih. 

Aku punya teman kerja, Ma. Dulu kita pernah ada di almamater yang sama, fakultas kita pun bersebelahan, dan saling berkaitan dalam organisasi rohis kampus. Kita saling kenal orang-orang keren di kampus, wkwkwkw, dan mengagumi mereka karena prestasi-prestasi juga pribadi yang menyenangkan Tapi, kita ketemu setelah lulus, dan akrab. Temanku ini baik bangettssss, Ma. Sering beli produk jualanku. Sering traktir. sering ngasih barang ini dan itu. Intinya sering bersedekah kepada anakmu ini. Lama-lama jadi sungkan juga sih Ma. Aku pernah membuat jarak dengannya, karena terlalu sering diberi. aku perlu membersihkan hati lagi. Takut banget sayang dengannya hanya karena sikap baik sering berbagi. Melainkan sayang karena dari hati. Tulus karena Allah. hehehe. Wkwkw. Anak Mama ini agak idealis dan sok mendalami gitu lah. Kebanyakan baca keknya. wkwkw.  Dia baru saja melakukan perjalanan jauh ke Bandung, dan oleh-olehnya banyak banget, aku dapat tas rajut yang cantik dan bagus, teman-teman yang lain juga dapat. Senang? bangettttt.

Salah satu momen yang memercikkan kebahagian. Setelah itu, momen lain yang aku rasakan. Aku malu banget, Ma. Terlihat seperti orang susah (wkkwkwkwkwk yang memang susah) yang mengetuk pintu rezekiNya. Caraku mengetuk pintu rezeki bukan jalan haram, bahkan halal dan menjadi anjuran yang dicontohkan oleh Rasulullah. Tapi aku malu, Ma. Hiks. Teori-teori yang aku tahu selama ini masih sebatas teori, belum banyak yang bisa aku praktekkan dan implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tapi Ma, sebesar apapun rasa malu yang aku rasakan tadi malam tidak boleh mematahkan semangat untuk hari esok, untuk berjuang lagi, bertahan lagi. Kalimat itu yang terus aku bisikkan ke diri sendiri, Mama. 

Karena, sebesar apapun masalah atau ujian yang ada, selalu hadir jalan keluar. Aku hanya harus dan terus mempercayai itu.

Ceritaku sekian, Ma... 


Salam


masih berkumul mukenah

Komentar