Surat Digital Untuk Mama: Hari Senin Di Tanggal 6.6

 Ku tuliskan cerita kemarin di hari yang ditunggu-tunggu oleh sebagian besar orang-orang (sepertinya). Karena ditanggal kembar demikian, biasanya banyak promo-promo di marketplace. Yes, Mama... Sekarang aku hidup di tengah dunia yang sudah canggih teknologinya. Di mana orang-orang bisa belanja dari mana saja hanya dengan menyecroll layar handphone. Belanja yang gak perlu panas-panasan di pasar, ngantri membayar di kasir, desak-desakkan di jalan pasar, gak perlu harus nunggu hari libur, atau hanya siang hari. Saat ini semuanya menjadi mudah, Ma. Orang-orang di Bima bisa belanja di Jakarta atau di Kalimantan. Jam 12 malam pun masih bisa belanja, Ma. Dan, siapapun bisa punya toko di marketplace. Termasuk anakmu ini, Ma. Sudah punya toko di 2 marketplace. Orang-orang biasa menyebutkannya si ijo dan si orens. Hahahaha. Aku awal-awal dapat orderan di orens, gupuh banget Ma, ga ngerti, jalan ninjanya adalah liat tutorial di youtube. Trus, kabar bahagia lainnya, produk jualanku di ijo kemarin malam dibeli orang sekaligus 4, Ma. Aku pun gupuh lagi, malam-malam packing, trus berusaha nyari ekspedisi yang buka, tapi nyatanya tutup karena hari minggu. Aku simpan barangnya sampai esok hari, dan baru bisa ngirim waktu sore sepulang kerja. Seru banget sih, Ma. Dan, aku jadi sok akrab dengan karyawan ekspedisi. Sebuah sikap yang membuat orang menyangkal bahwa hasil tes MBTI ku adalah Introvert pake parah. 

Ma, tahu gak sih, bentar ketawa dulu, hal yang membuatku senang banget di beberapa tahun terakhir ini adalah ketika dapat uang. Asli, Ma, rasanya secercah kehidupan esok hari tampak cerah. Apakah dulu juga gitu, Ma? kalau gajian senang? tapi dulu yang habiskan gajinya kita, anak-anak. Haha. Nah, sore tadi pun senang banget karena nerima hasil penjualan dari titipan kue di swalayan sekolah. Kalau Papa tahu atau orang-orang di rumah tahu cara aku bertahan hidup di rantauan begini, kira-kira apa ya yang mereka komentarkan? hihi, aku gak berani cerita i, Ma. Pokoknya kalau mereka telpon, suaraku akan baik-baik saja, kalau balas pesan WA aku akan baik-baik saja juga. Mereka di sana pun ikut berjuang bertahan di medan perjuangan masing-masing. Hiyaaaaa. 

Surat yang keempat ini masih serupa surat-surat sebelumnya. Aku ingin bercerita banyak ke Mama. Sebuah ocehan yang tidak bisa aku tumpahkan ke telinga orang lain karena terlalu khawatir membuat mereka terganggu bahkan menambah beban. Walaupun aku berulang kali dibilangin, bahwa gak apa-apa mereka diganggu, tetap saja, aku gak enak, Ma. 

Ngomongin tentang khawatir. Aku sering banget mengalami hal tersebut, Ma. Khawatir dan cemas secara berlebihan setiap hari. Biasanya aku sangat khawatir ketika di penghujung hari minggu, dan besok akan menghadapi hari senin. Setiap pagi berangkat kerja, aku pun khawatir. Setiap sampai di tempat kerja, aku pun khawatir. Bahkan setiap lihat pimpinan aku khawatir. Takut sekali aku, Ma. Hari ini masalah seperti apalagi yang akan aku hadapin? pagi ini keruwetan apalagi yang akan aku jalanin? siang ini kejadian apa yang aku rasakan? apakah senang? sedih? marah? bete? atau orang seperti apa yang aku temui? semua mengganggu dan aku pikirkan. 

Capek banget, Ma. Tiap hari harus berkumpul dengan tanya dari dalam diri sendiri. Di beberapa sesi perkuliahan psikologi aku akhirnya menyadari bahwa sifat sponsku ini perlu direduksi sedikit demi sedikit. Karena senang banget menyerap yang di tangkap oleh semua indera, menjadikan buruk kepada diri sendiri. Sadar sepenuhnya akan hal tersebut, Ma, dan masih berusaha untuk berjuang memikirkan hal-hal yang bisa kukendalikan dan mengabaikan hal-hal yang di luar kendali. GAMPANG BANGET AKU KETIK INI, MA. ASLI, tapi prakteknya, butuh La Hawla Wala Quwwata Illa Billah . 

Itu saja ceritaku malam hari ini, Ma. Semoga aku selalu sehat dan kuat. 

Salam


duduk bersilang kaki, rok hitam, tunik pink bercorak hitam yang aku dapatkan dari RSL selama masa isolasi Februari 2022. 

Komentar