“Des, aku gak pernah membayangkan ada di posisi ini. Di saat
aku sudah berhasil, maaf, ralat, akan berhasil melepaskan seseorang dengan
susah payah, Allah sebaliknya mengirim dua orang sekaligus menyatakan keseriusan.”
Ekspresi Nuri sudah tidak tenang diujung kalimatnya. Ada suara getar yang
terdengar. Nuri mencoba kuat.
“Aku harus gimana, Des? Kak Farhan orang baik yang baru
saja kukenal. Apalagi Kak Salam, walaupun akhirnya beberapa bulan terakhir ini tidak
ada hubungan lagi.” Nuri menghela napasnya dengan berat. Sedangkan Desy
menyimak dengan seksama.
“Kalau kamu jadi aku, kamu akan bagaimana Des? Kubutuh petuah
darimu.” Mata Nuri berembun yang hitungan 1, 2, 3 jatuh bebas pada pipi mulus
dan lembutnya.
Desy mengangguk, seakan berseru, Ia Nuri, aku akan
mencoba menjadi kamu. Ijinkan aku mencerna sekali lagi potongan ceritamu.
“Nuri, aku belum pernah mengalami apa yang sedang kamu
alami sekarang. Tapi, aku pernah dapat cerita dan ilmu terkait, ya miriplah
dengan kamu sekarang. Yang paling tahu apa yang terbaik adalah diri kamu
sendiri. Ya, kamu istikharah. Gak ada cara lain lagi.” Desy menyapaikan apa
adanya.
“Kamu cek kembali tujuan menikahnya apa saja?. Setelah itu,
carilah kriteria yang paling memungkinkan untuk menemani kamu mencapai tujuan
tersebut atau carilah ia yang juga memiliki tujuan yang serupa.” Tambah Desy.
Nuri menyimak.
“Kamu jangan sampai keliru memilih seseorang berdasarkan ego.
Artinya apa? Kalau kamu memilih dia berdasarkan ego, kamu gak akan pernah
selesai memberi makan ego nanti. Kan ego dalam diri kita harus dipenuhi, bukan?.”
“Semisalnya?” tanya Nuri.
“Kita tentu pasti ada seseorang yang diharapkan sekali jadi
pasangan hidup. Harus dia, kalau gak dia gak mau. Itu contoh sederhananya kita
sedang kasih makan ego. Bukankah Allah sudah berseru, apa yang baik menurut
kita belum tentu baik menurut Allah. Apa yang baik menurut Alla tentu yang
terbaik untuk kita. Ngomong-ngomong, maaf atas banyak sekali ocehan ku ini,
Nuri” Desy menepuk jidatnya dan melahap kentang goreng yang baru saja dianter
oleh pelayan cafe.
Nuri merasa disentil karena ego dan tujuan menikahnya
masih samar-samar. Ia perlu memperjelaskannya lagi agar bisa memutuskan. Mengambil
pilihan beserta konsekuensinya.
“Aku senang bisa dapat pencerahan dari kamu, Des. Bersyukur
ih kenal kamu.” Nuri merangkul sahabat yang ia temui sejak duduk SMA kelas 1.
“Sama-sama, Nuri. Tapi, rangkulannya jangan lama-lama ya,
malu.” Desy geli dan gelisah, menengok kanan kiri berapa banyak orang yang
melihat mereka.
“Maafkan.” Nuri cekikikan dan tawanya terdengar kembali, matanya berbinar lagi.
Hidup itu kadang lucu ya. tidak bisa ditebak apa cerita selanjutnya. Kadang sesuai dengan apa yang suda direncanakan, kadang ada yang gak sesuai. Di situlah letak menghadirkan hati yang pasrah dan berserah diri kepada takdir Allah. Hidup juga kadang serius. Serius atas ketidakpastian-ketidakpastian yang ada. Seninya kehidupan seorang manusia ada di dalam ketidakpastian tersebut.
Ketidakpastian dalam hidup akan mengajarkan seseorang banyak hal. Lewat itu, mereka akan membuat banyak rencana yang harus di lalui. Satu gagal, berganti ke rencana lain, begitu pun seterusnya hingga seseorang tersebut menjadi sosok yang berbeda. Lebih kuat, lebih berani dan lebih baik. Nuri pun demikian, dari seorang perempuan pemalu dan penuh cemas kini telah terbiasa untuk berbicara di hadapan umum atau memimpin rapat dengan baik. Begitu pula dengan perasaan cemasnya. Dulu, bertemu dengan hari senin saja ia sudah panas dingin dari rumah. Selama di jalan pun tidak tenang, karena dalam pikirannya, hari senin adalah penuh pekerjaan dan ada aja masalah yang akan dihadapin. Namun, mampu terlewati juga bahkan ia tidak ragu lagi untuk berbicara di hadapan banyak orang.
Perubahan itu pasti, sehingga bukan hal aneh lagi jika tidak sering berkomunikasi dengan teman-teman sekolah. Seseorang yang dapat beradaptasi dengan lingkungan akan mudah berubah. Dalam hal ini menyesuaikan diri. Kalau ingat menyesuaikan diri, Nuri jadi mengenang tahun lalu ketika ia diajak Kak Salam ke rumah bertemu ibunya. Ia harus mencari dan memilih baju paling sopan. Memikirkan apa yang harus dibawa dan bagaimana berkomunikasi dengan mamanya Kak Salam. Momen paling canggung, terbaru, dalam kehidupan Nuri. Tidak ada hal serius yang dibicarakan sehingga kedatangan Nuri tidak begitu lama, hanya 5 hari.
Nuri dan Desy menikmati jus buah dan kue pesanan. Mereka kini
membahas yang lain, yaitu cerita keseruan Desy yang sedang mengikuti pelatihan
kepenulisan. Ia bercerita sedang dilanda kepusingan karena sedari 2 jam lalu
depan layar komputer tidak ada satu kalimat yang tertulis.
“Nuri, bagaimana kalau cerita kamu ini jadi bahan
tulisanku?” Desy melempar tanya yang membuat Nuri harus bertanya ulang,
memastikan.
“Kamu bisa?” Nuri bertanya
“Bisa.” Kata Desy mantap.
“Oke.” Seru Nuri
Pemandangan hijau yang memanjakkan mata, kini Nuri
sedikit tercerahkan kemana harus melangkah.
Bersambung...
#5CC #5CCDay19 #CerpenCareerclass #Bentangpustaka
Komentar
Posting Komentar