FourT: Teka-Teki Takdir Tuhan Part 5 #5CC #5CCDay20 #CerpenCareerClass #BentangPustaka

 


Pada sore hari yang lain, Nuri tidak sengaja berpapasan dengan Kak Salam. Keduanya bertemu saat menuju ruangan kelas belajar yang sedang diikuti. Awalnya mereka tidak saling tahu berada di kelas yang sama. Setelah putus, barulah ketahuan satu sama lain. Keduanya memang gila belajar. Mungkin itulah salah satu alasan kenapa Nuri begitu menyukai Kak Salam. Nuri melihat ada sosok dirinya dalam diri Kak Salam. Keduanya canggung dan serba salah tingkah. Nuri mengira tidak ada percakapan yang berlangsung namun keliru.

 

“Kamu apa kabar? Sepertinya semua baik-baik saja kulihat.” Akhirnya laki-laki itu membuka percakapan.

“Alhamdulillah, semua baik-baik saja seperti yang terlihat, Kak. Kak Salam sendiri bagaimana kabarnya?” Nuri mengatakan semuanya berjalan lancar.

“Semua juga baik-baik saja. Tapi 2 hari lalu Mama sempat sakit” Jawab Kak Salam

“Oh ya? sakit apa Mama? Sekarang bagaimana?” Nuri sedikit terlihat khawatir. Ia tahu betapa baik Mama Kak Salam.

“Sudah membaik dan kembali beraktivitas walaupun ya gitu, dikit-dikit.” Senyum Kak Salam mengakhiri kalimat membuat Nuri salah tingkah.

 

Obrolan itu berlanjut hingga masuk kelas. Jam belajar di mulai 15 menit lagi, waktu yang banyak bagi dua insan itu berbincang banyak hal. Kak Salam lalu menceritakan beberapa kesibukan akhir-akhir ini, laki-laki itu juga mengatakan akan wisuda tahun depan. Nuri tidak banyak berkomentar. Hanya mendengarkan, sesekali mengiyakan. Hubungan mereka baik-baik saja, hanya statusnya yang berbeda. Ia juga menceritakan kesibukannya. Tidak ada yang menyinggung terkait jawaban dari Nuri, dan Kak Salam pun tidak mendesaknya. Percakapan itu selesai setelah keduanya harus masuk kelas.

 

Nuri belum memiliki jawaban atas pertanyaan dan permintaan Kak Farhan atau Kak Salam. Ia masih sangat ragu meski sudah meminta bantuan kedua orang tua. Nasehat dari orang-orang yang ia minta kembali teringat. Percakapan di suatu pagi, ayah menghampiri ketika melihat Nuri sedang menatap kosong tanaman di taman.

“Nuri, kehidupan menikah itu bukan hal mudah tapi tidak juga sulit. Maka kamu perlu punya pasangan hidup yang bisa fleksibel dan menikmati fase-fase itu” Ayahnya melempar senyum diujung kata.

“Apakah Nuri memang sudah siap, Pak? Nuri merasa masih belum siap.” Kecemasan lain yang mengganggu pikiran Nuri selama beberapa hari yaitu kesiapannya memasuki fase baru dalam kehidupan.

“Yang paling tahu sudah siap atau gak, ya, kamu sendiri. Cuma, di kondisi seperti ini biasanya kita cenderung berpikir pendek dan takut. Kalau di mata ayah, kamu udah punya kesiapan.” Jawaban Ayah membuat Nuri menganggukkan kepala. Entah pertanda mengerti atau bingung. Semoga saja yang yang bagian mengerti.

“Karena kalau nunggu sudah siap semua, ga mungkin gitu ya, Pak?” Tanya Nuri

“Iya, Ayah dulu waktu ngelamar Ibu modal nekat. Entah apa yang sedang Ayah pikirkan waktu itu. Nekat dan bermodalkan uang 150ribu, datang ke rumah Ibu untuk melamar.” Ayah terkekeh mengenang ceritanya sendiri.

“Lebih parah lagi, neneknya kamu. Waktu ayah bilang mau lamar ibu, nenek sampai shock dan lemes. Kata nenek waktu itu; kamu mau ngasih apa ke istrimu kelak?” Nuri berubah sumringah.

“Ibu gak nolak Ayah?” Nuri bertanya, penasaran karena tidak pernah tahu cerita kedua orangtuanya.

Ayahnya menggeleng, tidak.

“Iya, Nuri. Ayahmu dulu benar-benar nekat. Termasuk nekat memilih Ibu.” Ibu ikut nimbrung percakapan anak dan ayah di pagi hari, di teras rumah.

“Ayahku memang terganteng dan termantap” Seruku dengan keras dan tertawa bersama

“Yang sabar ya, Nak. Jangan buru-buru Tuhan juga, sewajarnya. Pilihlah agamanya baik, setelah itu baru turun ke fisik dan keluarga besarnya. Pilihlah mereka yang berkenan mendukung apapun pilihan kamu kelak.”

“Sedikit capek, Bu.” Keluh Nuri.

“Gak apa-apa, lebih baik capek dalam mempersiapkan, Nak. Dari pada capek setelah semua menikah.” Ibu kembali mengelus lembut pundak putri kecilnya yang sudah galau memilih jodoh.

“Kalau Ibu, lebih condong ke siapa?” tanya Nuri iseng sambil menunjukkan foto kedua laki-laki hebat dan berani itu.

“Ibu bingung.... karena gak ada yang gantikan ayah.”


Bersambung...

#5CC #5CCDay20 #CerpenCareerClass #BentangPustaka 

Komentar