FourT: Teka-Teki Takdir Tuhan Part 6. #5CC #5CCday21 #CerpenCareerClass #BentangPustaka

 

Demi mendengar jawaban itu, wajah Nuri sudah tampak menyesal bertanya ke Ibu sedangkan Ayah dan Ibunya masih tertawa.

Nuri ingin potret keluarga yang seperti itu. Dalam kesederhanaan namun penuh dengan cinta serta kebersamaan. Kehidupan rumah tangga orangtuanya adalah buku kehidupan rumah tangga yang terbaik dijadikan referensinya. Ia bisa belajar secara langsung bagaimana cara mencintai orang yang sama setiap hari. Bagaimana bersabar dengan ego orang yang sama setiap waktu. Bagaimana terus menghadirkan perasaan butuh satu sama lain padahal mampu dikerjakan sendiri. Terhadap pasangan, kadang tidak perlu terlihat serba bisa, dalam beberapa hal seseorang hanya perlu menunjukkan betapa butiran debu hidupnya tanpa seseorang yang dicintai di sisi.

Hari berganti, begitu pun dengan kemantapan hatinya Nuri. Dari yang tidak tahu harus menjawab apa menjadi tahu bahkan banyak argumen yang mau disampaikan oleh Nuri.

Semuanya telah Nuri pertimbangkan, kali ini Ia tidak akan ragu seperti waktu itu. Bermodal perasaan yang berat, Ia harus menerima salah satunya. Ia harus adil dengan semua yang ada. Jawabannya telah disiapkan, dan Ia sendiri yang akan menyampaikannya. Kak Salam datang ke rumah Nuri, di dalam sudah duduk ayah, ibu dan kedua Kakaknya. Mereka bercerita ringan, saling bertanya kabar. Ayahnya menyampaikan jawaban putrinya kepada Kak Salam, laki-laki yang pernah singgah di hati Nuri.

Hening.

Di hari yang bersamaan hanya waktu yang berbeda, ayah dan Nuri ke rumah Pak Rofik.

Jam akan terus berputar, mengelilingi angka-angka, detik ke menit, menit ke jam, dua jam, tiga jam, lalu berganti hari, minggu dan terus berputar. Nuri lega karena sudah menyampaikan jawaban itu. Tiada henti ucapan syukurnya kepada Tuhan atas petunjuk dan rahmat-Nya.

Selamat pagi dunia, suara kicauan burung peliharaan ayah terdengar. Memecahkan kesunyian pagi ini. Nuri membantu ibu untuk mengangkat barang belanjaan, dan membawa masuk ke dapur. Nuri dan ibu lalu memasak menu kesukaan ayah. Hari ini adalah hari ayah menggenapkan diri, 62 tahun sudah umur lelaki hebat, pahlawan keluarga Nuri.

Wow, aromanya membuat kacau ­tentara-tentara dalam perut ayah” goda ayah Nuri, yang diikuti oleh kedua Kakaknya. Mereka masih sibuk urusan pekerjaan, demi  makanan rela untuk meninggalkan sejenak.  

“Kan masakan Nuri dengan ibu. Ayah, Kakak, makan yang banyak ya.” Nuri menyedokan nasi ke piring ayahnya. Ia kaget dan melupakan sesuatu. Seseorang yang biasa duduk di sampingnya belum hadir di meja makan pagi ini.

“Nak, cepat kamu panggil dia. Ayah sudah tak tahan lagi ingin mencoba ini semua” Nuri lalu berlari menuju ruang baca, tempat seseorang yang telah menikahinya beberapa hari yang lalu, seseorang yang menjadi jawaban atas doa-doa ketika sholat, seseorang yang menjadi pelengkap cerita kehidupannya. Kini puzzle kehidupannya telah sempurna, lengkap.

“Sarapannya sudah siap, dan yang lain sudah menunggu di meja makan. Ayo sarapan bersama dulu, Kak Farhan” laki-laki itu lalu bangkit, menyimpan buku bacaanya. Nuri dan Kak Farhan jalan bersama menuju meja makan.

“Farhan, kamu yang pimpin doanya.” Sahut ayah Nuri

Farhan lalu memimpin doa. Sahutan amin bersama menggema. Memecah dan menghangatkan suasana pagi hari yang dingin itu.

“Bissmillahirrahmanirahim. Mari makan.” Seru Nuri.

Nuri selalu percaya akan Takdir yang telah Tuhan gariskan untuknya, Rencananya adalah yang terbaik. Nuri selalu percaya itu. Pagi ini, adalah kebahagian kesekian yang telah Nuri rasakan, tapi tak pernah ia bayangkan. Kematian, rezeki, dan jodoh adalah rahasiaNya. Ketika mau bersabar untuk menunggunya, dan terus berproses melakukan hal baik maka keajaiban-keajaiban itu akan datang. Bersyukurlah, atas segala yang dimiliki sekarang. Memilihlah atas apa yang diberikan saat ini, tapi jangan lupa untuk senantiasa melibatkan-Nya.

“Ayah, nambah?” Tanya Nuri sambil menunjukkan nasi yang tersisa.

Ayah menggeleng, “Ndak, cukup.” Lanjutnya.

“Kak Farhan, mau nambah lagi?” Yang ditawarin  nambah hanya menggeleng juga.

“Cukup. Kamu ya nambah.” Belum disetujui oleh Nuri, satu centong nasi mendarat lembut di atas piring”

Nuri melotot beberapa detik. Nasi sudah menjadi bubur, tinggal gimana mengolahnya menjadi santapan yang enak.

Meja makan pagi yang sangat hangat dan menu makanan yang beragam. Setalah itu mereka kembali beraktivitas, termasuk Nuri dan Kak Farhan.

Keputusan akhirnya memilih Kak Farhan bukan hal mudah. Ia harus menunda memberitahukan jawabannya hingga 3 hari. Apa yang selama ini diharapkan ternyata bukan hal yang baik. Ia mengira bahwa hari pertama bermimpi hanya sebagai bunga tidur saja. Setelah itu, mimpi kembali mendatanginya. Dan, ke tiga kalinya, seseorang yang terus muncul dalam mimpinya adalah laki-laki yang baru saja ia kenal. Perasaan sedih atas kenyataan itu membuatnya bersedih. Tetapi, ia mampu menepisnya secepat mungkin sehimgga tidak berlarut dalam gejolak rasa yang tidak tepat.

“Kak, kenapa sih milih aku? Padahal ketemunya cuma beberapa kali.” Nuri iseng bertanya kepada Farhan.

“Perasaan yang cenderung tenang kalau ketemu kamu. Rasa yang tidak dapat dirasakan ketika bertemu semua orang.” Jawaban Kak Farhan membuat wajahnya Nuri seperti kepiting rebus di tengah hari yang cerah.

“Selain itu, ada gak hal lain?” Nuri masih melempar pertanyaan yang akan membuatnya salah tingkah.

“Hal-hal yang tidak ada dalam diriku, tapi sangat ingin dimiliki dan itu ada di diri kamu. Makanya, saat berinteraksi dengan Nuri sedang menyusun puzzel diri sendiri. Yang awalnya ada yang bolong, kini terisi dengan sempurna.” Kak Farhan menjawab apa adanya.

Nuri sedang tidak berpijak di bumi. Hatinya sedang menerjang lapisan-lapisan awan tipis sambil berseru bahagia pada siapapun yang ia temui. Apakah ini adalah salah bentuk jawaban atas doa-doa yang pernah ia panjatkan dahulu? Bertemu dengan orang yang tepat dan diwaktu yang tepat? Rencana yang sangat indah tapi tidak pernah sedikitpun terlintas dalam pikirannya akan seperti itu. Kalau ia tidak bertemu dengan Desy dan memutuskan hubungan dengan Kak Salam lalu memilih mencari kesibukan untuk menghalau perasaan kesepian dan sakit hatinya maka tidak ada Nuri yang sekarang.

“Terimakasih ya, Kak. Sudah berkenan untuk mengijinkan aku yang jauh dari kata baik ini menemani hari-harinya. Kalau nanti dan seterusnya ada tingkahku yang salah dan berlebihab, ingatkan baik-baik. Jangan bentak atau diamkan aku.” Seru Nuri dan menggenggam tangannya Kak Farhan dengan erat.

“Aku akan berjanji, Dek.”

Selamat pagi dunia, bagi Nuri hari-hari setelah menikah adalah hari indah yang tidak sama seperti sebelum ia menikah. Ia tidak tahu bagaimana harus berterimakasih kepada Tuhan atas segala takdir yang diberikan. Kini, Nuri dan Kak Farhan mengelola bersama panti asuhan. Nuri tidak lagi bekerja sebagai karyawan. Ia telah resign setelah seminggu sebelum menikah. Keinginan untuk menjalani peran sebagai seorang ibu rumah tangga baru sudah membuatnya antusias. Ia akan membersamai anak-anak di panti asuhan dan mengajarkan mereka apa yang bisa ia ajar. Ada masa depan yang tergantung indah dari mata binar anak-anak itu.

“Terimakasih Tuhan atas takdir ini, aku menyukainya dan semoga aku tetap pandai bersyukur.” Lirih hati Nuri, dan ia kembali terlelap dalam pelukan laki-laki yang paling ia cintai, suaminya, Kak Farhan.


Sekian.

 

#5CC #5CCDay21 #CerpenCareerClass #BentangPustaka 

Komentar